Assalamu'alaikum, Surabaya
"Hidup adalah perjalanan yang penuh warna. Setiap langkah kita akan memberikan warna tertentu di dalam cerita perjalanan itu. "
Sekitar pertengahan tahun 2015 lalu adalah pertama kalinya saya melakukan perjalanan berdua dengan sahabat yang sering dikira kembaran saya ke sebuah kota di jawa tengah, Semarang. Kota tua yang kental dengan nuansa etnis tionghoa dan juga berhasil membuat separuh hati saya tertinggal di sana (#serr). Bukan karena menemukan jodoh atau gimana, tapi membuat saya kepincut pengen balik lagi ke sana.
Perjalanan saya dengan sahabat saya terbilang mendadak, tanpa persiapan dan kita sama sekali nggak punya koneksi di sana. Ada sih, tapi lagi nggak bisa nyamperin kita karena sibuk. Jadi kita sangat bergantung kepada Allah SWT dan GPS (haha).
Di sinilah petualangan kita dimulai, menjelajahi kota baru, cuma berdua, tanpa ada koneksi, bondo nekat cuma pake GPS dan modal tanya orang-orang di jalan. Oiya, di postingan sebelumnya sudah sedikit dibahas tentang romantisme kemiripan antara Semarang dan Surabaya, buat yang belum baca, bisa klik DI SINI
GPS Semarang yang setia menemani perjalanan kami :D |
KLENTENG SAM POO KONG
Klenteng Sam Poo Kong terletak di daerah Simongan, Semarang. Bangunan ini juga disebut sebagai Gedung Batu karena dulunya merupakan sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Ada pula yang mengatakan bahwa asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai (sumber : www.visitsemarang.com).
Harga tiket masuknya tahun 2015 lalu 15000 belum termasuk parkir. Penampakan gerbang depan klenteng Sam Poo Kong bisa dilihat di bawah ini. Nah, itu juga kelihatan sosok sahabat yang sering dikira kembaran saya, padahal enggak mirip banget hahaha...
Area pintu masuk |
Gerbang depan |
Kompleks bangunan klenteng Sam Poo Kong ini amat
sangat luaaaaaaassss. Terdapat setidaknya 3 bangunan utama dan ditengahnya
masih ada lapangan super luas yang bisa buat tanding sepak bola. Tapi, ya itu,
panasnya kagak nahaaannn. Harus bawa air mineral yang banyak ya, kakak. Biar ga dehidrasi trus garing di sini. Oiya, bawa sunblock juga kalo perlu :)
Mari kita kupas satu per satu apa saja
bangunan yang terdapat di klenteng ini.
Saat memasuki area klenteng pertama
kali, anda akan akan ada semacam toko souvenir serta penyewaan baju adat
Tionghoa bagi anda yang ingin mengenal budaya Tionghoa atau sekadar berfoto.
Karena keterbatasan budget dan hanya punya waktu satu hari untuk blusukan di
Semarang, jadi saya tidak mencoba baju adat tersebut. Kira-kira penampakan toko
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Toko souvenir dan peminjaman pakaian adat |
Red bench |
Bangunan selanjutnya yang ada di
kompleks ini adalah semacam bangunan khas arsitektur Tionghoa, tapi bukan klenteng-nya
sih. Tempat ini bebas untuk dimasuki hingga ke bagian dalam.
Bagian depan |
Bagian dalam |
Nah, kalau dua bangunan ini, seinget
saya adalah klenteng. Jadi, nggak bisa dimasuki sembarangan. Alhasil hanya bisa
berfoto di luar gedung saja.
Selain ketiga bangunan utama tersebut,
juga ada patung raksasa laksamana Zheng He atau Cheng Ho. Menurut cerita, seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam tersebut pertama kali mendarat dan singgah di tempat ini. Kalau di Surabaya
mungkin ada Masjid Cheng Ho, kalau di Semarang ada Patung raksasa-nya Cheng Ho.
Cieee saling melengkapi haha…
Di
dekat patung laksamana Cheng Ho, ada semacam bangunan yang cukup besar mirip
gerbang istana kalau di film-film China hihi.
LAWANG
SEWU
Kalau kata kunci “Lawang Sewu” disebut,
pasti kata yang muncul pertama kali di benak kita adalah “angker” atau
“mistis”. Bangunan yang ternyata milik P.T. Kereta Api Indonesia tersebut
memang menyimpan banyak cerita seram di kalangan warga Semarang. Bahkan, salah
satu bagian bangunan yang dilarang untuk dimasuki, di dalamnya terdapat semacam
ruang bawah tanah yang dikunci rapat pakai rantai dan gembok.
Oiya, ada satu cerita yang sempat
membuat saya dan teman saya bergidik ngeri. Jadi waktu saya sedang duduk-duduk
santai di kursi dekat salah satu bangunan Lawang Sewu yang ada ruang bawah
tanahnya, ada seorang ibu-ibu dan bapak kepala museum KAI yang sepertinya
sedang sedikit berdebat. Saya sempat mendengar bahwa sang Ibu minta pergi ke
ruang bawah tanah. Jelas saja Bapak kepala museum langsung menolaknya dengan
alasan keamanan (FYI, ruang bawah tanah tersebut pernah dijadikan tempat
syuting Dunia Lain yang konon katanya ada mbak-mbak berbaju putih nongol di
situ). Ibu itu tetap kekeuh minta diantar ke ruang bawah situ.
Waktu saya curi dengar sih (karena ngomongnya keras banget, jadi terpaksa dengar haha), Ibu itu mimpi ada cewek rambut panjang pake baju putih, nangis minta tolong. Sewaktu Ibu itu berusaha mengikutinya, nyampenya di Lawang Sewu itu, tepatnya di ruang bawah tanah yang tadi. Waw, amazing, langsung kepikiran entar pulangnya ada yang ngikut nggak ya? trus aman nggak ya di hotel? Soalnya hotel kita menginap adalah hotel bangunan lawas bekas hotel Belanda di zaman Baheula (pengen lihat keseruan hotel kita? Tenang, ada di akhir postingan, ada sejarahnya juga kok). Tapi, lepas dari itu semua, Alhamdulilah saya dan teman saya pulang nggak ada yang ngikutin kok #loh, nggak kesurupan dan pulang ke hotel bisa tidur nyenyak (hahaha).
Baiklah, cukup dengan cerita mistisnya,
mari kita lihat dari sisi keanggunan bangunannya saja. Penampakan bagian depan
Lawang Sewu cukup unik, ala-ala Eropa gitu…
Gerbang depan Lawang Sewu |
Ini bagian dalamnya…..
Selain bangunan-bangunan dengan banyak
pintu, juga ada museum kereta api di sini
Infografi seputar sejarah Lawang Sewu |
Maket kereta api |
Miniatur kereta api |
Spot foto bersama replika kereta api bagian kepala doang... |
Weits, kalem, ada replika kereta api versi lengkap se-badannya juga kok. Cihuii…
Di dalam bangunan ini juga ada monument
peringatan pertempuran sengit di Semarang dalam rangka mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, yaitu Pertempuran Lima Hari di Semarang pada tanggal 14
– 15 Oktober 1945. Silakan dibuka kembali buku sejarahnya atau browsing di
internet. Apa guna smartphone-mu yang canggih, kakak, hehehe… Bangsa yang besar
adalah Bangsa yang menghargai sejarahnya, kan?
Mari kita tundukkan kepala sejenak untuk
berdo’a kepada para pahlawan yang telah memperjuangkan Indonesia hingga saat
ini, saya, kamu, kalian dan kita bisa merasakan hidup yang lebih damai…
*Berdo’a dimulai*
Tidak ada kata akhir untuk berdo’a.
Semoga arwah mereka diterima di sisi Allah SWT. Aamiin…:)
MASJID
AGUNG JAWA TENGAH
Masjid Agung Jawa Tengah atau biasa
disingkat MAJT ini mirip dengan Masjid Nabawi di Madinah. Terdapat
payung-payung raksasa yang akan dibuka setiap hari Jum’at ketika umat Muslim
melaksanakan ibadah Jum’atan. Sayang, waktu itu saya sedang berhalangan, jadi
tidak bisa masuk ke dalam masjid nya T.T, bukan di hari jum’at juga, jadi
payungnya ngga bukaa… hiks
MAJT tampak depan |
Balada payung yang masih menutup T.T |
MENARA
ASMAUL HUSNA (AL HUSNA TOWER)
Menara setinggi 99 meter ini juga berada
di kompleks MAJT. Untuk naik ke atas kita harus membayar karcis 10000, trus
meluncur dengan elevator ke puncak paling tinggi.
Menara Asmaul Husna tampak depan |
Dilihat dari MAJT |
Kita bisa lihat panorama kota
semarang dan MAJT dari atas.
KOTA LAMA
Area Kota Lama ini berada di Jalan
Letjen Suprapto. Merupakan daerah yang dipenuhi dengan bnagunan-bangunan tua di
Semarang. Kalau di Surabaya mirip yang ada di area Jalan Gula dan sekitarnya.
Area kota lama Semarang |
Ada juga pabrik rokok jaman dahulu kala dengan merk “Praoe Lajar”
Produk pabrik rokok (anak baik dilarang merokok ya :)) |
TANJUNG
EMAS
Tanjung Emas adalah area pelabuhan di
Kota Semarang. Di sini terdapat banyak kapal berlabuh, salah satunya adalah
seperti penampakan di bawah.
Pelabuhan Tanjung Emas (sumber : pamboedifiles.blogspot.co.id) |
Area di sekitar Tanjung Emas |
Ada juga mercusuar di sekitar area
pelabuhan ini.
Mercusuar Willem III |
Lepas dari Tanjung Emas, saatnya kembali
ke hotel dan ambruk di kasur.
HOTEL
CANDI BARU
Di sinilah kita menginap. Sebuah hotel yang terletak di Jl Rinjani No 21 Gajahmungkur. Hotel yang
dulunya adalah Hotel Belanda kini sudah dirombak menjadi sedikit modern dengan
mempertahankan arsitektur Belanda nya.
Exterior Hotel Candi Baru |
Hotel Candi Baru ternyata adalah hotel tertua di Semarang. Didirikan pada tahun 1919 dan telah
mengalami beberapa kali pergantian nama. Pergantian nama tersebut
dikarenakan hotel ini sempat bergonta-ganti kepemilikan. Menurut
sejarahnya, di era penjajahan Belanda Hotel Candi Baru ini adalah milik
wiraswasta dari Belanda bernama Van Demen Wars yang mana hotel ini
kemudian bernama Hotel Bellevu. Pada tahun 1942, hotel ini pernah juga
jatuh ke tangan Jepang dan selanjutnya berganti nama menjadi Hotel
Sakura. Namun, setelah berakhirnya Peran Dunia II, hotel dua lantai ini
kembali lagi ke tangan pemiliknya.
Seiring bergulirnya waktu pada tahun 1949 hotel ini dibeli oleh sebuah PT milik Tik Hong Kongsia yaitu PT Gentong Gotri. Dan nama hotel dirubah kembali menjadi NV Hotel Bellevu. Bersamaan dengan aksi-aksi politik yang terjadi di Indonesia, antara lain mengharuskan mengubah nama asing menjadi nama Indonesia yang terjadi sekitar tahun 1960, maka pada tahun 1961 dilakukan perubahan nama dari NV Hotel Bellevu menjadi PT Hotel Candi Baru (sumber : hellosemarang.com)
Kamar saya (saya dapat kamar di bagian depan) |
Hotel ini gaya bangunannya keliatan kalau sudah tua banget. Tapi, jujur, saya nyaman tidur di sini. Biasanya saya kalau di tempat baru suka nggak kerasan sebagus apa pun tempatnya, tapi di sini beda banget auranya meskipun bangunan tua. Auranya nggak serem kayak di Lawang Sewu tadi, malah bikin nyaman banget. Harganya 250000/ malam, dapat fasilitas sarapan roti atau nasi goreng, ada berandanya beserta kursi+meja, AC, kamar mandi dengan air hangat, heater+air mineral+gelas, dua tempat tidur dan televisi. Saya pilih hotel itu karena dekat dengan lokasi seminar keesokan harinya yang bisa dicapai dengan jalan kaki dan paling murah juga hehe (xp)
Dan…
Itulah akhir dari blusukan seharian di
Semarang. Waspada kulit gosong, tibakne Semarang puanas puol mah kalo kata
orang Surabaya.
Surabaya, 19 Oktober 2016
Ditulis setahun setelah perjalanan
Posting Komentar