Assalamu’alaikum,
Surabaya.
“Arti dari sebuah perjalanan itu bukan dilihat dari seberapa jauh, seberapa anti-mainstream atau seberapa hits tempat yang kita kunjungi, tapi dilihat dari pelajaran hidup apa yang bisa kita dapatkan dari Allah selama perjalanan itu untuk dibagi kepada orang lain.”
Jogja
hari keempat. Hari ini adalah hari favorit saya karena saya dan Emma mau pergi
ke pantai. Sebenarnya gugusan pantai yang bagus itu ada di daerah gunung kidul,
tapi karena lokasinya jauh sekitar 2 jam dan menurut kabar burung medan untuk
kesana sangatlah sulit, maka kami memutuskan untuk mencari pantai yang lumayan
dekat, yaitu di daerah Bantul.
Untuk
menuju ke Bantul, cukup memakan waktu 1 jam saja. Rutenya gampang dan tidak
ekstrim. Pilihan pantai di sekitar Bantul juga banyak, tapi kami menjatuhkan
pilihan ke Pantai Goa Cemara berdasarkan ulasan di google dan ig. Sampai di Goa
Cemara, cukup membayar biaya masuk 4000 saja dan parkir 2000.
Yang
bagus disini menurut saya hutan cemaranya, mirip Pantai Lombang di Madura (baca
DI SINI). Tapi Pantai Goa cemara pasirnya hitam, kalau di Pantai Lombang kan
pasirnya coklat kekuningan. Overall, pantainya bagus sih, tapi ombaknya itu
yang bikin ngeriii.
Ini
kondisi hutan cemaranya…
Ini
kondisi pantainya. Edan euy angin sama ombaknya. Tapi, saat itu langitnya lagi
cerah dan bagussss, jadinya ya bagussss haha…
Puas
main, teriak2 sampe otot leher kaku buat buang stress, kami pun melanjutkan
perjalanan ke Pantai Samas. Sebenarnya di Pantai Goa Cemara ada penangkaran
penyu, tapi untuk save waktu, kami melewatinya saja.
Pantai
samas letaknya tak begitu jauh dari Pantai Goa Cemara. Kalau saya pribadi tidak
menyarankan untuk ke Pantai ini karena hanya ada wisata naik perahu memutari
hutan bakau, jadi tempat ini mirip hutan mangrove yang di Surabaya. Tapi,
karena saya hanya penasaran, maka tetap ke pantai ini hanya dengan membayar
biaya parkir 2000 saja. Kami pun naik perahu dengan membayar 15000/orang karena
sedang sepi, sebenarnya cuma 10000/orang.
Jalanan menuju Pantai Samas |
Santai dulu lah Kak... |
Setelah
dari dua pantai tersebut, kami pun mencari masjid untuk sholat dan berganti
bawahan karena agak basah kena air laut. Dan secara tidak sengaja, mata saya
terarah pada sebuah masjid yang berada di dekat perempatan jalan. Kami pun
berhenti di sini yang ternyata masjid itu adalah…adalah…jeng jeng jeng jeng!
Masjid
Agung Manunggal Bantul.
Sambil
menunggu saya sholat, si Emma searching destinasi apa setelah ini yang akan
kami datangi. Ada dua pilihan, Goa cerme atau Goa selarong. Goa cerme terkenal
karena keindahan stalaktit dan stalakmit nya, sedangkan Goa selarong mengandung
cerita sejarah pangeran Diponegoro. Goa cerme berada ke arah Imogiri dan lagi –
lagi medannya naik-turun *hayati lelah naik turun, Bang T.T*, ditambah lagi
untuk masuk ke Goa, ada adegan masuk ke dalam air yang seleher pas lihat ulasan
di blog orang. Akhirnya, kami sepakat menuju Goa Selarong saja.
Untuk
mencapai Goa Selarong dari masjid Agung Bantul hanya membutuhkan waktu sekitar
10-15 menit saja. Ada jalanan naik – turun, hanya saja tidak se-ekstrim yang
sebelum-sebelumnya. Biaya masuk wisata ini cukup 4000 saja dengan parkir 2000.
Sampai
di sini, ternyata harus berjalan menaiki anak tangga yang cukup tinggi T.T.
Benar saja rutenya tidak cetar, tapi untuk menuju Goa-nya harus naik tangga.
Di
sini cukup membingungkan karena tidak ada papan penanda ini harus kemana gitu,
hingga akhirnya, saya dan Emma nyasar naik hingga posisi di atas Goa Selarong
dengan jalanan yang sepi seperti di hutan. Lama-kelamaan kok makin nggak jelas
rutenya, akhirnya kami putar balik ke jalan yang tadi. Ada sesosok dua manusia
yang sedang duduk-duduk cantik. Kami pun bertanya kepada mereka.
Setelah
bertanya kepada sepasang pasutri yang duduk – duduk cantik tadi, ternyata kami
salah belok, harusnya kami naik tangga ke arah kiri untuk bisa ke Goa-nya. Tadi
kami berbelok ke kanan, melewati anak tangga yang lebih tinggi dibandingkan
yang sebelah kiri. Ya Allah, kami pun harus menuruni tangga lagi dan naik lagi…
Semangaaaattt…
Akhirnya
nyampe juga di Goa persembunyian pangeran Diponegoro dan Selirnya.
Menurut
sejarah, Goa selarong merupakan tempat persembunyian pangeran Diponegoro selama
perang gerilya melawan Belanda pada tahun 1825-1830. Ada dua Goa utama yaitu,
Goa Kakung dan Goa Putri. Goa kakung ditempati oleh Pangeran Dipenogoro selama
menyusun strategi perang gerilya, sedangkan Goa putri ditempati oleh selirnya,
Raden Ayu Retnoningsih.
Ada
pula air terjun kecil di sekitar Goa ini, yang medannya cukup licin. Olah
karena itu kalau kesini dan ingin benar – benar eksplorasi, pakai sandal gunung
aja biar nggak kepleset.
Setelah
lelah di sini, kami memutuskan untuk kembali pulang ke kosan Anis. Karena waktu
masih menunjukkan pukul 14.30, maka kami mencoba mengejar untuk bisa masuk ke
Museum Benteng Vredeburg yang tutup pada pukul 4 sore. Perjalanan Bantul ke
Jogja kota memakan waktu sekitar 1 jam.
Sampai
di Benteng Vredeburg pukul 15.30 dan setengah jam lagi akan tutup. Fiuhhh,
mepet banget cuyy…
Foto dulu, mumpung lagi senada warna outfitnya xp |
Akhirnya,
selesai sudah perjalanan di hari ini. Keesokan harinya adalah perjalanan
terakhir kami di Jogja karena pada tanggal 15 Desember 2016, kami harus kembali
ke tanah Surabaya, kembali ke kehidupan nyata T.T
Nantikan
kisah penutupnya di PETUALANGAN SEMARANG-JOGJA part 7.
8 komentar
hobi kalian sama kan haha.. kalian buat aja blog couple jalan2 tanpa kenal lelah hahahha