Assalamu’alaikum,
Surabaya.
“It’s okay even if you can’t remember. The memories will stay deep inside your heart.”
Jogja
hari kelima. *Menghela nafas panjang* Hari ini adalah hari terakhir plesiran di
Jogja, besok pagi (15 Desember) saya dan Ema harus kembali ke Surabaya,
sedangkan Irma masih di Jogja sampai tanggal 17. Hari ini kami cukup jalan –
jalan cantik saja di sekitar Jogja kota. Karena kami masih menunggu Irma yang
otw dari rumah Tante Rita, saya dan Ema melancong di pinggiran jalan Jogja kota
sambil melihat-lihat bangunan kota Jogja.
Di
sekitar sini terdapat Monumen Serangan Umum 1 Maret. Sayangnya ditutup, jadi
cuma bisa berfoto di luar pagar.
Berawal
dari Pasar Beringharjo untuk berburu batik dan dompet cantik buat Irma, di
sinilah surga bagi para wanita wahahaha.
Sudah,
nggak usah dibahas terlalu lama, entar rumpik hahaha. Langsung saja ke tempat
selanjutnya yaitu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Biaya masuk ke keraton
adalah 5000/orang dengan membayar ijin berfoto seharga 2000/rombongan.
Sebenarnya bisa saja nakal dengan tidak membayar biaya ijin foto, cuma takut
kualat. Soalnya yang jaga keraton kayaknya sih para abdi dalem keraton.
Masuk
ke area keraton, bangunan bernuansa ijo-ijo langsung terlihat menyejukkan mata.
Kalau kata teman saya sih erat hubungannya sama Nyi Roro Kidul (menurut
legenda, Nyi Roro Kidul menyukai warna ijo). Tapi, santai aja sih, saya yang
biasanya sensitif dengan tempat angker, masuk keraton Yogyakarta biasa aja dan
nggak ngerasa merinding disko. Kayaknya penunggu yang di area depan keraton
udah pada jinak xp
Pendopo depan keraton |
Halaman depan keraton |
Aku udah kayak abdi dalem belum? Udah pake item-item kayak dukun xp |
Kalo masih mau main-main di luar, jendelanya aku tutup dulu ya... |
Candid yang menampakkan aura judes mbak-mbak yang di tengah tuh |
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat ini merupakan istana resmi kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Sebagian kompleks keraton ini merupakan museum tempat menyimpan
koleksi kesultanan seperti gamelan, replika pusaka keraton dan foto-foto para
sultan.
Sri Sultan Hamengkubuwono IV |
Ada yang bisa ngapalin gelarnya??? |
Sri Sultan Hamengkubuwono X |
Naah,
pas masuk di sini nih mulai kerasa ada aura yang beda. Apalagi di ujung ada
cermin tua yang hemmm ya gitu lah, ga bisa dijelasin pake kata – kata. Saya pun
segera mlipir ke ruangan sebelah.
Saya
penasaran dengan kereta kencana keraton yang tidak nampak di keraton ini.
Karena penasaran, saya bertanya kepada bapak-bapak yang menjaga posko
informasi. Ternyata eh ternyata, kereta kencana bisa dilihat di Musium Kereta
Keraton yang bisa dicapai dengan berjalan kaki. Letaknya di sebelah barat daya
Alun-alun utara (Altar). Kalau dari pintu masuk samping keraton, cukup berjalan
ke gang yang ada di sebelah keraton, sekitar 5 menit saja. Harga tiket masuk
cukup 5000/orang saja dengan ijin foto 1000/rombongan.
Di
sini terdapat banyak sekali kereta kencana keraton yang akan dikeluarkan tiap
perayaan tertentu.
Ngetem di sini, siapa tahu dijemput pangeran pake kereta kencana keraton :p |
Ada
juga kereta kencana yang digunakan untuk mengangkut jenazah. Serius, awalnya
saya nggak ngerti kalau kereta cantik itu adalah kereta jenazah. Saat tau, langsung
shock, apalagi kok ya pas fotonya blur. Tapi itu murni karena tangan saya
tremor pas ngeklik tombol jepret :D
Kalau
lihat bapak – bapak di sekitar museum ini, itu abdi dalem-nya keraton. Kalau
melewati mereka, silakan disapa, “monggo, pak.”
Lepas
dari museum kereta, kami pulang dulu sambil menanti agak sore untuk berangkat
ke Alun –alun kidul (Alkid). Di Alkid ini terkenal legenda dua pohon beringin.
Menurut kabar angin, yang bisa melewati dua pohon beringin ini dengan mata
tertutup, keinginannya bakal terkabul. Menurut saya pribadi, itu hanya mitos
sih. Tapi, pengen aja coba ngerasain sensasi mata ditutup trus mencoba jalan
lurus.
The famous "becak cinta" behind me |
Dua beringin legendaris |
Sekadar
cerita, pada percobaan awal, kata teman saya, jalur saya lurus trus ketika
mendekati pohon beringin itu, tiba-tiba saya berbelok ke rerumputan. Pada
percobaan kedua malah jalurnya amburadul nggak karu-karuan wkwkwk. It’s fun
buat coba-coba berhadiah hehehe.
Dengan
demikian, berakhirlah petualangan Semarang-Jogja dari tanggal 7-14 Desember.
Besok wis muleh nang Suroboyo, hiks. Pengalaman selama seminggu ini begitu
berharga. Perjalanan yang penuh dengan cerita yang nggak bisa biasa. Selalu ada
kekonyolan yang menyertai langkah kaki ini menjejaki tanah Semarang-Jogja. Meskipun belum bertemu jodoh di sini #eaaak, seperti harapan orang-orang yang berharap aku bahagia, tapi penuh kenangan manis di sini, semanis ceritamu dan ceritaku *kalem sambil ngeteh*.
Terimakasih
kepada Neng Euis selaku pembina Asrama Putri ETOS UNDIP Tembalang yang kamarnya
kami (Saya-Ema ITS-Maya-Kia) bajak selama 4 hari 3 malam, Tante Rita-Om Gatot
yang bersedia menampung anak ingusan sekaligus memelihara saya selama di Jogja,
Sahabatku dari SMP-Anis yang kamar kosnya juga kami (Saya-Emma UNAIR) bajak
selama 3 hari 2 malam. Petualangan luar biasa ini akan selalu saya ingat di
dalam hati. Kebaikan kalian semua tidak akan pernah saya lupakan :’)
4 komentar