Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

Mengarungi Samudera Antara Johor dan Batam

Assalamu'alaikum, Surabaya

"Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya."
― Pramoedya Ananta Toer


Bagi saya pengalaman perjalanan paling mendebarkan sepanjang hidup adalah ketika mengarungi samudera di antara tiga negara, menuju tempat yang sama sekali asing, Batam di tahun 2017 lampau. Berbagai kisah seru, lucu dan mendebarkan mengiringi perjalanan saya dan teman satu penelitian di Malaysia, Rika. Mulai serunya menjelajah Jembatan Barelang di Batam hingga tertahan di ruang interogasi keimigrasian Batam.

Saya dan Rika naik ojol (ojek online) bernama Uber dari apartemen kami, Melawis ke pelabuhan Stulang Laut. Sesampainya di sana, langsung saja masuk lewat Duty Free Zone di Berjaya Waterfront city Mall (sebelahnya Starbucks dan Berjaya Waterfront City Hotel). Setelah masuk mall, naik ke lantai 2 dan ikuti petunjuk berupa arah panah yang sudah disediakan. Harga tiket kapal ferry ke Batam Centre sekitar RM 85. Silakan menunggu panggilan dari petugas untuk masuk ke kapal. Tentu saja sebelum masuk ke kapal harus berhadapan dengan petugas imigrasi untuk cek paspor. 

Perjalanan dari Pelabuhan Stulang Laut ke Batam Centre sekitar 2 jam. Selama perjalanan rasakan sendiri sensasi melewati samudera di antara 3 negara yaitu Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sampai Batam Centre, ketemu lagi dengan petugas imigrasi. Entah kenapa, saya selalu deg deg an tiap kali berhadapan dengan petugas imigrasi. Selain wajahnya yang kadang terlihat garang, berada di luar negeri, jauh dari rumah yang wujudnya tak nampak dari pandangan mungkin merupakan beberapa faktor yang membuat sensasinya agak – agak gimana gitu (hahaha). Setelah lolos dari petugas imigrasi yag saat itu sedang berbaik hati bak malaikat, saya dan teman langsung memesan taksi menuju penginapan di Taksi Centre, berada tepat di depan pintu masuk Batam Centre. Tarif taksi dari taksi centre ini tidak menggunakan argo, jadi pakai tarif rata-rata. Misal mau pakai argo pun akan sama saja bahkan mungkin lebih mahal (sudah terbukti oleh kita). Oh iya di sini tak ada ojol, jadi transportasi utama untuk musafir macam kitorang nih ya pake taksi. Jadi pilihlah taksi resmi di Batam yang tentu saja ber-plat kuning. Taksi di sini bertebaran di mana-mana, jadi jangan khawatir.

NAGOYA HILL

Kami memutuskan untuk menginap di Lovina-Inn Nagoya karena dekat dengan Lucky Plaza dan Nagoya Hill. Booking hotelnya online saja via website hotelnya di www.lovinainn.com, lebih murah bila dibandingkan dengan aplikasi booking online. Saat itu ketika searching di aplikasi booking online mendapatkan harga 274000 tanpa breakfast/sahur, sedangkan jika booking lewat hotel langsung mendapatkan harga 279000 dengan breakfast/sahur dan bayarnya ketika check in.

Sorenya, kami pergi ke Nagoya Hill untuk ngabuburit. Untuk mencapai Nagoya Hill, cukup berjalan kurang lebih 1 km saja selama 5-10 menit dari Lovina Inn-Nagoya. Di Batam sini masih memakai bahasa melayu, cuma logat dan cengkok-nya sedikit berbeda Malaysia. Kalau logat Malaysia lebih cepat, huruf R di akhir kadang tak dilafalkan dan  ada aksen nada naik di akhir kalimat. Nah, kalau di Batam tak terlalu cepat, tak ada aksen dan perkata masih jelas pelafalannya. Jadi, ilmu dari Malaysia nya bisa dipakai untuk cakap disini wkwkwk.

Atap Foodcourt Nagoya Hill
Foodcourt Nagoya Hill
 Nagoya hill merupakan salah satu mall besar yang ada di Batam. Barang impor di sini cenderung murah menurut saya. Apalagi saat itu sedang penuh dengan diskon menjelang lebaran. So, ladies, ati-ati kalo ke sini ya. Bawa teman yang nggak gampang kalap, gak gampang terpesona oleh barang lucu, banyak2 istighfar dan berdo’a hahaha. Senja mulai datang, waktu maghrib pun hampir tiba. Saya dan Rika menuju foodcourt yang mirip - mirip dengan Hogwarts Dining Hall. Harga makanan di sini sebelas duabelas dengan di Malaysia. Penyebutannya pun juga sama. Seperti Teh.O dan Teh tarik. Saya pesan nasi cumi bakar, air mineral dan es teh (Teh.O) dengan total harga 31000. Penampakan seperti di bawah ini.

Nasi cumi bakar
Setelah berbuka puasa dengan masakan Indonesia yang selalu nomer satu di hati, kami melanjutkan jalan – jalan sebentar untuk berkeliling Mall sebelum kembali ke hotel. Saat keluar dari Mall, betapa hati ini terasa sejuk ketika bisa mendengar kembali suara sahut – sahutan dari sholat Tarawih berjamaah di beberapa masjid yang tak bisa kami temukan di Johor. Malam yang indah menjelang malam ganjil ke-21 di bulan Ramadhan :)


JEMBATAN BARELANG

Kalau kata orang Batam, "awak belum nak pergi Batam kalau tak ke Barelang."

Tulisan ini terukir di salah satu tiang Jembatan Barelang
Tentu saja sebelum kembali ke Indonesia untuk Rika dan kembali ke Malaysia untuk saya, kami berdua menyempatkan diri untuk berkunjung ke Jembatan Barelang. Jembatan tersebut merupakan nama enam buah jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Pembangunan jembatan ini diprakarsai oleh B.J Habibie yang merupakan Ketua Otorita Batam pada periode tahun 1978 sampai dengan 1998. Jembatan ini dibangun untuk memfasilitasi pulau-pulau tersebut untuk mendukung wilayah industri di Kepulauan Riau khususnya Pulau Batam dan sekitarnya.  Jembatan ini menjadi simbol Pulau Batam dan merupakan situs wisata yang populer. Ada pula yang menyebutnya Jembatan Habibie karena beliaulah yang mengawasi proyek pembangunannya.

Penampakan Jembatan Barelang
Jembatan Tengku Fisabilillah
Jembatan Barelang ini terdiri dari enam buah jembatan yang tersambung menjadi satu. Masing - masing jembatan memiliki nama sendiri seperti Jembatan I (Jembatan Tengku Fisabilillah), Jembatan II (Jembatan Nara Singa), Jembatan III (Jembatan Raja Ali Haji), Jembatan IV (Jembatan Sultan Zainal Abidin), Jembatan V (Jembatan Tuanku Tambusai) dan Jembatan VI (Jembatan Raja Kecik). Saya dan rika hanya sempat mengunjungi Jembatan Tengku Fisabilillah saja karena keterbatasan waktu. Sampai di sini, sengatan matahari menyapa namun hilang seketika saat melihat birunya samudera di tepi kiri dan kanan jembatan, memanjakan mata yang telah lelah oleh rutinitas penelitian di Malaysia.
 
Pemandangan di sisi Jembatan Barelang
Hamparan samudra luas yang biru sepanjang sisi Jembatan
Setelah puas mengabadikan momen dan kecantikan jembatan Barelang, kami pun harus pamit undur diri dari Batam, kembali lagi ke rutinitas masing - masing. Rika kembali lagi ke Surabaya, sementara saya harus kembali lagi ke Johor. Tentu saja, saya harus kembali ke Malaysia dan tentu saja harus kembali melewati petugas imigrasi. Dari sinilah kisah anak rantau dodol dimulai. Ketika saya akan diperiksa petugas imigrasi, petugas tersebut langsung mengarahkan saya ke ruang interogasi.

Jeng jeng... (panic mode : ON)

Bayangkan, saya sendirian, tak ada kawan yang menemani, nggak punya saudara di Batam dan pasrah kalo nggak diijinkan keluar Indonesia sedangkan barang - barang masih duduk manis di Malaysia. Saya pas itu cuma mikir, yaudah deh pasrah aja asal nggak diusir dari planet bumi wkwkwk.

Kira - kira kenapa saya sampai masuk ke ruang interogasi imigrasi???
 
Jadi, ceritanya saya dikira TKI ilegal (T.T) karena memang di depan saya para TKI semua yang sedang mengantri untuk lolos stempel petugas imigrasi. Dan saya sedang kurang beruntung karena bertemu dengan petugas imigrasi yang garang. Di dalam ruang interogasi saya ditanya student atau TKI, surat tugas dari pihak Malaysia nya mana. Untung saja saya membawa semuanya, jadi memang petugasnya salah paham karena dikira saya adalah salah satu bagian dari TKI yang akan meluncur ke Malaysia siang itu. FYI, Pelabuhan Batam Centre di Indonesia dan Pelabuhan Stulang Laut di Malaysia adalah dua pelabuhan paling ketat karena dengar - dengar sih banyak TKI ilegal yang berangkat dari sini.

Akhirnya, saya pun diloloskan petugas imigrasi dan kembali lagi ke Malaysia dengan utuh. Kalau ingat cerita ini, terkadang heran juga, "gilaaak, dulu pernah juga ya sendirian kelayapan di antara dua negara sampe ditahan di imigrasi."

Dan cerita ini adalah salah satu cerita penyemangat saya di kala rasa kurang percaya diri sedang melanda atau pun sedang terjungkal di kehidupan. Sebuah cerita gila bahwa seorang "Anggita" juga ternyata pernah menjadi sosok tangguh di luar dugaan dan akal sehat. Bukan bermaksud sombong pernah melakukan perjalanan sendiri ke negara lain, tapi semacam muhasabah diri bahwa perjalanan bukan cuma soal pamer foto tetapi lebih dari itu. Perjalanan adalah tempat untuk belajar arti tangguh dari semua rintangan di saat melakukan perjalanan.

Jadi, mulailah melakukan perjalanan untuk semakin menggali kekuatan sebenarnya dari dirimu sendiri. Jangan takut tersesat. Terkadang kamu harus tersesat dulu untuk menemukan jalan yang sesungguhnya.


Love,


Anggi



6 komentar

6 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • Endah Kurnia Wirawati
    Endah Kurnia Wirawati
    20 April 2018 pukul 14.55
    duhh serunya jalan2 3 negara dengan kapal.
    dengar2 sih memang imigrasi batam dan johor baru via darat lebih ketat dibandingkan yang lainnya ya?!
    tapi seru lah pengalamannya
    Reply
  • Dinilint
    Dinilint
    17 April 2018 pukul 22.32
    Halo mbak, salam kenal.
    Seru ya jalan-jalan di Batam. Itu jembatan kok bisa sepi begituuuu.
    • Dinilint
      ANGGITA RAMANI
      18 April 2018 pukul 05.41
      Haloo, salam kenal juga :D
      Itu kalo ngga salah inget pas hari jumat. Aslinya rame sih, cuma pas momen sepi aja jepret fotonya hihi
    Reply
  • Backpacker Miskin
    Backpacker Miskin
    17 April 2018 pukul 13.01
    Nagoya ? Pengejaan nya kaya kalimat jepang ya mba.

    Foto yg jembatan ,byuuuuurrrr kerrreeen
    • Backpacker Miskin
      ANGGITA RAMANI
      18 April 2018 pukul 05.40
      Iya Nagoya Hill, entah kenapa namanya gitu hehe. Bener banget nih bang, pas liat lautnya pengen nyebur aja gitu.
    Reply