Lipstik Dua Warna
... menit baca
Dengarkan
Bunyi sirine meraung - raung di tengah malam, memecah sunyi dalam kuasa bau anyir yang menusuk hidung. Puluhan orang berkerumun di sekitar garis kuning yang dipasang oleh pertugas berseragam coklat. Setidaknya itu adalah hal yang biasa bagi pria tak terlalu tinggi, tapi bertubuh tegap, yang sedang duduk di samping sumber bau anyir.
Ia mengamati mayat yang terbungkus rapi dalam sebuah kardus. Bunga mawar putih yang masih segar tampak ditaburkan di atas wajah korban. Kepalanya menggeleng pelan, miris melihat wajah korban yang selalu hancur tak berbentuk.
"Ini sudah yang ke delapan, Pak." Kata petugas forensik lapangan yang sedang olah TKP bersama petugas polisi lainnya.
Pria itu masih mengamati secara dalam kondisi mayat, mencoba berpikir ke dalam sudut pandang sang pelaku. Mengapa wajah korban harus dihancurkan setelah meninggal, mengapa pelaku selalu meletakkan mawar putih dan mengapa tubuh korban selalu dimasukkan ke dalam kardus.
"Tapi, ada yang berbeda kali ini, korban sepertinya meninggalkan pesan sebelum meninggal."
"Apa itu?"
Sang petugas forensik pun menunjukkan kantong plastik berisi lipstik berwarna merah, "patahan ujung lipstik ini ditemukan di dalam mulut korban."
"Lipstik?"
Pria itu melihat lipstik aneh yang terdiri dari dua warna, tampak seperti dua buah lipstik yang digabungkan sendiri oleh sang pemilik lipstik, "apa ada lipstik lain seperti ini di rumah korban?"
"Tidak ada, Pak, sepertinya ini milik pelaku."
"Oke, terimakasih, Via."
"Sama - sama, Pak."
Lipstik dua warna, petunjuk baru bagi sang pria untuk melacak jejak pelaku. Sudah berbulan - bulan lamanya pria itu bersama pihak kepolisian coba menangkap sang pelaku, namun selalu kehilangan jejak. Semua kejahatan dilakukan dengan sempurna, kecuali di malam ini. Lipstik dua warna itu adalah kunci untuk kasus pembunuhan berantai yang sedang ia tangani.
***
Hujan menyapa sang pria yang masih diliputi teka - teki lipstik dan pembunuhan berantai itu. Angin yang menyertai hujan, menusuk tubuh sang pria dengan dingin. Secangkir kopi hangat yang disediakan oleh kafe di sudut kota itu tak mampu lagi menghangatkan tubuhnya.
Pria itu hampir meninggalkan kafe untuk pulang ketika ia melihat sosok wanita yang dikenalnya, tetapi cara berpakaiannya sangat berbeda. Wanita itu tengah berjalan dengan seorang pria paruh baya. Pria itu pun mengikuti kedua orang itu hingga sampai di suatu rumah yang cukup tua.
Pip pip pip!
Telepon sang pria tiba - tiba berbunyi, mengalihkan pandangannya dari kedua orang itu. Keningnya sedikit berkerut mengetahui siapa yang sedang menelpon, "iya, Via? Kamu sedang apa dengan pria paruh baya itu?"
"Hah? Via sedang di laboratorium, Pak."
"Loh, bukannya kamu ...."
Belum sempat meneruskan kata - katanya, pria itu langsung pingsan. Seseorang memukul kepalanya dari belakang dengan sangat keras.
***
Di sebuah ruangan yang minim cahaya, bau anyir menyerbak ke ruangan. Seorang wanita tampak menaburkan mawar putih di atas kardus. Sementara itu, pria muda yang tadi tak sadarkan diri, kini mulai sadar kembali. Kepalanya masih sedikit pusing akibat pukulan benda keras tadi.
Ia mulai membuka kedua mata, di hadapannya tampak sosok seorang wanita yang berdiri membelakangi. Ia terdengar sedang menyanyikan sebuah lagu perpisahan untuk sebongkah kardus di hadapannya. Tak lama kemudian, wanita itu menoleh sambil memegang sebuah lipstik dua warna yang ujungnya patah.
"Viaa!!" Pekik pria itu setengah menjerit
Wanita itu heran mendengar nama yang diteriakkan oleh sang pria. Ia spontan mengangkat tangan kanan ke telinga, "Halo, Via sedang di laboratorium, Pak. Hahahahahahahahaha!"
"Jadi, kamu yang melakukan perbuatan keji itu?"
"Via? Gadis manis itu sedang tertidur," ucap wanita itu sambil melotot,"perkenalkan, namaku Kensa."
"Apa - apaan kamu Via!"
"Sudah kubilang namaku Kensa!"
Pria betubuh tegap itu pun sadar maksud lipstik dua warna yang terakhir dipegang oleh korban ke delapan. Ia hendak menenangkan Kensa di tubuh Via, tetapi semua telah terlambat. Bau anyir darah sekali lagi tercium, kali ini berasal dari tubuh pria itu.
***
"Kakak! Kakak! Jangan tinggalkan Via!" Seru gadis kecil itu sambil menaburkan mawar putih, menutupi wajah kakak perempuannya yang sudah hancur. Mawar putih dari buket terakhir yang diberikan oleh sang Kakak kepada gadis kecil bernama Via itu. Gadis kecil itu terus menangis hingga bunyi aneh mirip alarm terdengar memekakkan telinga.
Wanita itu pun terbangun dari mimpi panjang di masa lalu. Kepalanya tiba - tiba pusing. Bekas lelehan air mata masih tampak menggenang di kedua pelupuk mata. Sesuatu terasa mengganjal di tangan kanannya, ada sesuatu yang sedang ia genggam, sebuah lipstik dua warna yang telah patah di ujungnya.
***
Tulisan ini diikutkan dalam #katahatichallenge #katahatiproduction yang diadakan oleh @_katahatikita
2 komentar