Assalamu'alaikum, Surabaya!
Di desa tempat aku tinggal saat kecil dulu, ada seorang lansia yang diasingkan seluruh penduduk desa. "kena guna-guna," begitu kata orang-orang desa. Tubuhnya penuh dengan bercak merah, kaki dan tangannya lumpuh. Beberapa tahun kemudian, sang lansia tersebut akhirnya meninggal dunia. Tak ada seorang pun yang mau memandikan jenazahnya kecuali seorang mantri yang menyatakan almarhum ternyata menderita kusta. Mantri tersebut sudah menjelaskan ke keluarga dan penduduk desa, tapi tetap saja "guna-guna" dituduh sebagai penyebab penyakit kulit yang dideritanya.
Cerita ini diambil dari narasumber yang tak bersedia disebut namanya.
Berangkat dari cerita yang cukup membuatku miris tersebut, terlihat sekali masih banyak info tentang penyakit kusta yang belum tersampaikan secara merata ke masyarakat, termasuk aku. Banyak stigma masyarakat yang masih "keliru" tentang penyakit ini. Edukasi sangat diperlukan agar tak ada lagi anggapan bahwa penyakit kusta adalah hasil guna-guna.
Aku pun termasuk masyarakat awam yang belum mendapat edukasi tentang penyakit kusta. Aku takut akan jadi sama dengan para penduduk desa itu jika tak segera mencari edukasi dari ahli tentang penyakit kusta. Akhirnya aku ikut talkshow seputar penyakit kusta dari KBR (Kantor Berita Radio) yang bekerja sama dengan 1minggu1cerita. Tema yang diangkat kali ini adalah "Yuk, Cegah Disabilitas karena Kusta". Acara berlangsung pada hari Senin (20/12) lewat Live Streaming Youtube. Dipandu oleh Rizal Wijaya dari KBR, acara kali ini menghadirkan 2 narasumber, yaitu Dr. dr. Sri Linuwih SpKK(K) (ketua kelompok studi Morbus Hansen Indonesia PERDOSKI) dan Dulamin (ketua Kelompok Perlindungan Diri Cirebon).
Mengenal Kusta (Morbus Hansen)
Penyakit kusta atau lepra atau morbus hansen merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (M. leprae). Penularan kusta melalui kontak kulit yang erat dan lama dengan penderita atau inhalasi udara karena bakteri bisa bertahan dalam droplet udara selama beberapa hari. Namun, sebenarnya penyakit kusta adalah penyakit menular yang tidak mudah menular. Menurut Dr. dr. Sri Linuwih SpKK(K), orang dengan kekebalan tubuh yang kuat bisa terhindar dari penularan penyakit kusta. Selain itu, kusta memiliki masa inkubasi yang cukup lama dari tertular sampai timbul gejala. Rata-rata sekitar 3-5 tahun setelah tertular, baru timbul gejala.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk kusta, tapi penyakit kusta bisa diobati. Sama seperti cerita bapak Dulamin, seorang penyintas kusta yang berhasil sembuh meskipun terlambat dalam pengobatan. Selama hampir satu tahun, Dulamin berjuang melawan penyakit kusta dan melawan stigma masyarakat terhadap penyandang kusta yang selalu dikaitkan dengan guna-guna atau dianggap penyakit kulit yang sangat menular.
Ciri dan Gejala
Penyakit ini kebanyakan tidak disadari karena mati rasanya, sehingga kebanyakan orang tidak mencari jalan untuk pengobatan. (Dr.dr. Sri Linuwih SpKK(K))
Resiko Disabilitas
Kusta yang terlambat diobati, apalagi jenis kusta basah akan cenderung menimbulkan resiko disabilitas. Terutama jika letak bercak ada di tangan, kaki, atau mata. Meskipun kelihatannya berada di jaringan kulit, bakteri kusta bisa terus merongrong sampai menyerang syaraf, lantas menyebabkan kelumpuhan (disabilitas). Jaringan kornea mata juga bisa terkena kusta hingga menyebabkan kebutaan, ditandai dengan kornea mata yang mati rasa.
Resiko disabilitas terjadi pada Dulamin yang terlambat diobati, jari-jari tangannya jadi korban akibat kusta. Padahal gejala awal bercak muncul di punggung, dimana Dr.dr. Sri Linuwih SpKK(K) mengatakan bahwa resiko disabilitas kemungkinan muncul kecil jika bercak awal muncul di punggung. Namun, kurangnya edukasi, serta penanganan yang terlambat membuat Dulamin harus menanggung resiko disabilitas karena kusta.
Stigma Masyarakat
Hingga saat ini, stigma penyakit kusta adalah penyakit guna-guna masih beredar di masyarakat. Ada juga yang mengaitkan penyakit kusta sebagai kutukan turun-temurun. Penyakit kusta memang bisa ditularkan lewat kontak erat dan lama dengan penderita. Ditambah lagi masa inkubasi dari tertular hingga timbul gejala jaraknya tahunan. Jadi, kesan kutukan turun-temurun itu terjadi akibat hal tersebut. Contohnya saja ketika si A adalah penyandang kusta. Sangat mungkin jika si A menularkan ke istri dan anaknya, tapi gejalanya baru terlihat beberapa tahun kemudian.
Pikiran harus rileks agar cepat sembuh dari penyakit ini. Jangan pernah masukkan ke pikiran, stigma negatif dari masyarakat. Biarin aja lah mereka mikir gitu, bodo amat, yang penting kita tidak begitu. Ambil positifnya, buang negatifnya.(Dulamin)
Dulamin adalah satu dari sekian banyak penderita kusta yang mengalami stigma negatif dari masyarakat mulai dari dikucilkan hingga dianggap penyakit yang sangat menular. Padahal kesehatan mental serta dukungan masyarakat sekitar akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan para penyandang kusta. Edukasi terhadap penyakit kusta ini harus disampaikanm kepada masyarakat luas dengan gencar agar stigma negatif itu perlahan berkurang.
Pengobatan, Perawatan, dan Pencegahan
Sekali lagi, penyakit kusta bisa diobati. Bahkan, pemerintah lewat puskesmas menyediakan pengobatan gratis bagi penyandang kusta. Lama pengobatan kusta bisa bervariasi antara 12 hingga 18 bulan. Hanya saja, pengobatan tak boleh terputus. Lupa sehari minum obat, pengobatan harus mengulang kembali dari awal. Para penderita kusta juga diharapkan melakukan perawatan diri agar luka bercak bersih dan tidak terlihat menjijikkan.
Dulamin selaku ketua Kelompok Perawatan Diri area Cirebon memberikan arahan cara merawat diri untuk penderita kusta seperti merendam bercak yang menebal selama 20 menit di air, lalu menggosoknya dengan batu apung. Cara ini bisa menghaluskan, bahkan menghilangkan bercak yang menebal atau sekadar bercak kusta kering.
Sedia payung sebelum hujan, tak ada salahnya lakukan pencegahan kusta sebelum kelabakan. Berikut beberapa cara pencegahan yang bisa dilakukan :
- Menjaga daya tahan tubuh
- Perhatikan ventilasi sekitar
- Pakai masker
- Jaga kebersihan
- Ingatkan penyandang kusta minum obat
- Periksa anggota keluarga penyandang kusta
Kesan dan Pesan
Rasanya sedih, haru, kesal, semuanya campur aduk ketika narasumber memaparkan penjelasan tentang penyakit kusta mulai dari gejala, resiko disabilitas, hingga stigma masyarakat. Kenapa aku ketinggalan informasi sepenting ini. Andai aku tidak mendapat edukasi, bisa saja aku jadi salah satu masyarakat yang menudingkan stigma negatif terhadap penyandang kusta, apalagi aku punya anak yang masih kecil. Pastinya sebagai seorang Ibu, aku bakal protektif ke anak.
Sekarang, setelah mendapat edukasi, setidaknya aku bisa jadi agen yang berperan sebagai edukator lewat tulisan ini. Minimal ada satu orang saja yang teredukasi setelah membaca tulisan ini, akan sangat mengurangi beban stigma para penyandang kusta. Semoga akan ada lebih banyak lagi edukasi tentang kusta yangbisa menjangkau masyarakat hingga ke lapisan paling luar.
20 komentar
Saya pribadi, suka talkshow dengan tema2 kesehatan kyk gini :)
Makasih ulasannya..
Makasih infonya, kapan2 saya otewe ke channel Youtube Kantor Berita Radio :)