Assalamu'alaikum, Surabaya!
Bahasa harus ditemukan sendiri oleh anak, orang tua harus lebih banyak diam (Barbara Zollinger dan Vijiclinic).
Sekitar beberapa bulan yang lalu, aku berkunjung ke kantor kolega, sekadar untuk temu kangen. Aku pun disambut hangat oleh temanku dan anaknya yang terpaksa harus diajak ke kantor karena ART mereka sedang pulang kampung.
Aku sapa si kecil dengan riang, "Assalamu'alaikum, namanya siapa ini?"
Tak ada jawaban nama yang keluar dari mulut si kecil, kecuali ocehan tak bermakna yang seketika membuatku terpana. Temanku pun langsung menjawab, "Aldi (nama samaran), Tante."
"Usianya berapa, nih, Sil?" Tanyaku santai pada Silla (nama samaran juga).
"Udah 3 tahun, nih, Nggi," sahut temanku pelan.
"Assalamu'alaikum, Aldi, anak ganteng gimana kabarnya? Sehat?" Aku kembali mengucap salam kepada anak temanku sambil sedikit mencolek pipinya.
Aldi pun meracau dengan kata yang sebagian besar tak aku mengerti. Sesekali dia berteriak girang seperti ingin menunjukkan sesuatu padaku. Aku coba mengamati dan hanya menjawab saat ia menunjukkan sesuatu padaku.
"Oh itu pesawat. Aldi punya mainan pesawat, ya?"
Aldi mengangguk sambil melompat girang. Lantas ia kembali mengoceh dengan kalimat yang lagi-lagi tak aku mengerti. Sementara itu, mata temanku sudah berkaca-kaca. Seperti ada beban yang mengganjal di hatinya.
"Kenapa, Sil?"
Tangisnya langsung pecah, "aku ibu yang buruk, Nggi..."
Aku coba peluk dan usap punggung Silla,"nggak apa-apa, Silla, mana ada ibu yang sempurna coba?"
"Aldi udah 3 tahun, tapi dia belum bisa ngomong, cuma babbling nggak jelas gitu, Nggi... Ini semua gara-gara aku tinggal kerja..."
Terlihat sekali wajah suntuk dan lelah temanku ini, hingga aku harus jaga kata-kata agar dia tak terluka, "sudah, nggak usah menyalahkan diri sendiri, mungkin bisa dimulai dengan berdoa ke Allah, trus konsultasi ke klinik tumbuh kembang Sil."
"Masih bisa tertolong, kan, anakku, Nggi?"
"InsyaAllah bisa, Sil. Pasrahkan dulu ke Allah, sambil berdoa juga, trus usahanya ya kamu bawa dia ke klinik tumbuh kembang."
Aku pribadi tak menyalahkan dia, karena mungkin kesibukannya bekerja dan pilihannya untuk bekerja itu sudah ada pertimbangan sendiri. Di kota Surabaya ini, dia juga hidup sendiri bersama suami, tanpa ada sanak saudara yang lain. Jadi, ya mom support mom aja lah. Temanku kan hanya minta rekomendasi, bukan omelan, apalagi nyinyiran.
Cerita yang dialami temanku, sadar atau tidak sebenarnya banyak terjadi di sekitarku. Beberapa orang tua, bahkan aku pun kadang masih harus banyak belajar lagi untuk paham apa saja sih red flag anak dalam tahapan perkembangan bahasa dan bicara. Kapan harus waspada dan kapan harus tenang dalam menghadapi perkembangan bicara anak. Jangan sampai kita panik karena omongan tanpa dasar dari tetangga yang hobi membandingkan kemampuan bicara anak, padahal kemampuan bicara anak belum masuk di zona red flag. Jangan sampai terlalu santai juga saat anak belum juga bisa bicara sama sekali dibandingkan teman seusianya, ternyata sudah masuk di zona red flag. Intinya jangan sampai zonk dalam memantau perkembangan bicara anak.
Tahap Perkembangan Bahasa dan Bicara Anak, serta Red Flag
Hadirnya buah hati, tentunya membuat tiap orang tua merasa bahagia. Namun, tak jarang pula banyak orang tua baru yang masih was-was terhadap pertumbuhan maupun perkembangan anak, terutama kemampuan untuk berbicara sesuai usia. Sebenarnya sejak kapan perkembangan bahasa dan bicara anak dimulai?
Ternyata, perkembangan bahasa dan bicara sudah dimulai sejak bayi, bahkan sejak 0 bulan. Tahap perkembangan bahasa serta bicara anak dapat dibagi menjadi beberapa fase sebagai berikut, yang sudah aku rangkum dari berbagai sumber.
0-6 Bulan
Milestone:
- Tersenyum saat orang tua muncul
- Mulai mengenali suara orang tua
- Diam atau tersenyum saat diajak bicara
- Ecoing "aah", "eh"
- Merespon saat dipanggil namanya
- Menggerakkan mata ke arah suara
- Mengenali mainan yang membuat suara
Red flag saat 6 bulan:
- Tidak pernah tersenyum
- Tidak merespon bunyi-bunyian
- Tidak pernah mengoceh
- Tidak merespon saat diajak bicara
6-12 Bulan
Milestone:
- Mulai mengeluarkan bunyi dan suara
- Babbling "mamama", "dadada", "papapap"
- Mengenali ekspresi wajah dan nada bicara
- Mulai mengenali nama beberapa objek
- Menunjuk sesuatu
- Merespon instruksi sederhana
- Mengucapkan 1 kata sesuai makna, biasanya , "mama" atau "ayah" untuk memanggil orang tuanya
Red flag:
- Tidak merespon saat dipanggil namanya (9 bulan)
- Tidak pernah babbling (9 bulan)
- Tidak pernah menunjuk saat ingin sesuatu (12 bulan)
- Jarang pakai bahasa tubuh, seperti dadah-dadah saat pergi atau menggelengkan kepala untuk bilang tidak (12 bulan)
12-18 Bulan
Milestone:
- Menunjuk dan mengenali bagian tubuh
- Memahami dan memiliki 20 - 50 kosa kata (4-6 kosa kata di usia 15 bulan)
- Memahami gestur, misalnya dadah atau bye-bye
Red flag:
- Tidak paham instruksi sederhana, meskipun sudah menggunakan gestur (18 bulan)
- Kosa kata kurang dari 5 (18 bulan)
18-24 Bulan
Milestone:
- Dapat memahami satu kata kunci dalam kalimat, misalkan "hidung mana?"
- Memiliki kosa kata >50
- Membuat kalimat dari minimal 2 kata, misal "adek makan"
- Mulai mengenali nama orang lain yang dikenal
Red flag:
- Kosa kata <50
- Tidak bisa membuat kalimat dari 2 kata
- Orang lain sulit mengerti apa yang diucapkan anak (<50%)
2-3 Tahun
Milestone:
- Kosa kata antara 250 - 1000
- Mampu membuat kalimat dari 3-5 kata
- Mampu mengikuti 2 instruksi, misalkan "pergi ke kamar dan ambil bantal"
- Mampu menunjuk bagian tubuh, pakaian, barang, makanan, dan mainan saat ditanya
- Paham pertanyaan "apa" dan "dimana"
- Berbicara sendiri dalam monolog panjang
Red flag:
- Tidak paham instruksi sederhana tanpa gestur
- Tidak dapat membuat kalimat minimal dari 3 kata
- Kalimat sulit dimengerti (<75%)
3-4 Tahun
Milestone:
- Mampu komunikasi 2 arah
- Mampu bercerita dengan kalimat yang terdiri dari 3-6 kata
- Hampir semua bicaranya dapat dimengerti orang lain
- Paham pertanyaan "kenapa"
- Mengenal konsep warna, ruang, dan waktu
Red flag:
- Kosa kata masih <200
- Belum mampu bercerita secara sederhana
Bahasa Harus Ditemukan Anak (The Discovery of Language)
Setelah mengenal semua tahap perkembangan bahasa dan bicara anak serta red flag yang harus diwaspadai, ada satu hal lagi yang aku yakini bisa menjadi pegangan orang tua sesuai penelitian dari Zollinger (2009), bahwa fondasi bahasa ada 2 :
- Kompetensi Simbolik, yaitu kemampuan untuk melambangkan sesuatu. Kemampuan ini dimulai ketika anak mulai mengenal kata seperti nama benda, nama orang, nama hewan, dll., sampai ia paham betul arti kata tersebut. Jadi tak sekadar meniru saja. Kemampuan ini memerlukan stimulasi motorik dan sensorik yang baik.
- Kompetensi Individuasi, yaitu kemampuan untuk berkembang sendiri secara terpisah. Kompetensi ini dimulai saat anak berada di fase merangkak. Mereka akan sadar bahwa mereka individu yang berbeda ketika merangkak dan menjauhi orang tua, serta menyadari satu-satunya hal yang membuat mereka bisa berkomunikasi dengan orang tua adalah bahasa.
Orang tua harus banyak diam.
"Loh? Bukannya orang tua harus banyak bicara, ya, supaya anak juga ikutan bicara?". Pasti banyak yang berpikir seperti ini, termasuk aku saat itu. Jawaban itu memang benar, tetapi untuk anak di bawah 1 tahun. Contohnya saat kita dulu sedang menyusui atau tummy time, pastinya ada momen kita ajak ngobrol si bayi, lalu bayi membalasnya dengan ocehan-ocehan. Di saat itulah bayi mikir, "ooh, jadi kalau bunda lagi ngomong, aku akan respon, nih."
Nah, di atas usia itu, anak sudah mulai mencari dan menemukan bahasa sendiri. Orang tua sudah harus banyak diam dan mengamati. Berikan respon hanya saat anak meminta sendiri. Anak akan asyik eksplorasi barang di sekitarnya dan selalu akan ada momen saat dia ingin tahu benda itu apa, lalu melakukan kontak mata dengan kita. Di saat itulah momen emas kita sebagai orang tua untuk menjelaskan kepada anak.
Aku masih ingat saat anakku berusia 12 bulan. Dia suka sekali eksplorasi ruang bermainnya. Kadang ia suka mengeluarkan semua mainan dari wadahnya, lalu asyik eksplorasi sendiri. Entah dijajar, dilempar, atau disembunyikan. Suatu ketika aku memberinya mainan replika hewan. Dia merespon dengan membolak-balikkan mainan itu, lalu menoleh ke arahku sambil membawa replika ikan, dan mengeluarkan raut wajah seperti bertanya, "apa ini, Nda?"
Aku pun tersenyum sambil berkata, "itu ikan".
Ia pun lantas menatap replika ikan itu kembali, sambil berkata, "itan...itan..."
"Iya, itu namanya ikan," timpalku memperjelas.
Jadi, tujuan orang tua harus banyak diam adalah agar anak menemukan sendiri momen "aha" atau "oo ternyata gitu". InsyaAllah anak cepat menyerap, paham, lalu bicara dengan cara yang disebut kontak mata 3 arah ini.
Stimulasi Sejak Dini adalah Kunci
Fondasi bahasa yang sudah dipaparkan dalam penelitian Zollinger tentunya juga butuh stimulasi sejak dini untuk mencapai fondasi bahasa yang kuat. Tiap tahap kemampuan bahasa akan selalu menjadi dasar atau fondasi kemampuan bahasa yang lebih lanjut, seperti yang sudah dirumuskan oleh Zollinger (2009) dalam piramida perkembangan bahasa dan bicara anak.
Kemampuan yang berada di bawah harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai kemampuan di atasnya. Keenam unsur dalam piramida bahasa dan bicara anak tersebut juga harus dikuasai agar anak mampu berbicara 2 arah. Sebab, kemampuan bahasa dan bicara itu tak sekadar mengeluarkan kata-kata dari mulut anak, tapi anak juga harus paham, serta berbahasa dengan baik dan benar.
Masih ingat dengan fondasi dasar bahasa berupa kompetensi simbolik dan individuasi? Kedua kompetensi ini memerlukan berbagai stimulasi yang bisa dilakukan oleh orang tua sejak dini. Pada kompetensi simbolik, stimulasi yang bisa diberikan berupa container play, functional play, constructive play, pretend play, dan lain-lain sesuai kreasi orang tua. Pada kompetensi individuasi bisa dicapai jika dibarengi dengan stimulasi gerak anak seperti merangkak, berjalan tanpa alas kaki, nature walk, dan lain-lain.
Tips Asyik Stimulasi Berbicara Sejak Dini
Sudah mulai pusing dalam memahami perkembangan bahasa dan bicara anak? Tenang, itu hal yang wajar karena kita sedang belajar. Tak perlu merasa minder apalagi malu karena kita tidak sedang mengejar masa lalu. Kita sedang mengejar masa depan agar anak bisa jadi yang terdepan.
Beberapa rangkuman tips asyik ini bisa dilakukan untuk stimulasi anak agar bisa cepat bicara secara efektif. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa perkembangan tiap anak itu berbeda, asal tidak melewati red flag, InsyaAllah aman. Jika berada dalam zona red flag, konsultasi segera ke klinik tumbuh kembang agar bisa ditangani secara tepat oleh ahli.
1. Container Play (Object Permanence)
Pernah nggak sih lihat bayi kita di kisaran usia 9-12 bulan suka sekali menarik-narik tissue atau mengeluarkan semua mainannya dari wadah? Nah, saat itu bayi sedang melakukan container play atau permainan wadah. Konsepnya bisa dijelaskan sebagai berikut :
- Anak akan mengeluarkan atau memasukkan benda ke dalam suatu wadah
- Saat mengeluarkan benda dari wadah, lama-lama ia akan paham bahwa wadah ini bisa diisi kembali dengan benda yang sudah ia keluarkan atau benda lain yang sekiranya bisa ia simpan di wadah tersebut
- Dari situ, otak anak akan menyimpan informasi bahwa ada suatu wadah yang bisa digunakan untuk menampung sesuatu, termasuk bahasa
Kemampuan anak untuk paham bahwa benda yang sudah ia keluarkan itu sebenarnya ada atau object permanence, berhubungan dengan kemampuan bahasa serta bicara. Anak akan memahami konsep bahasa sebagai sesuatu yang tidak bisa ia lihat, tetapi ada, serta bisa disimpan dalam suatu wadah bernama otak.
Contoh permainan atau kegiatan yang bisa stimulasi perkembangan bahasa anak berdasarkan konsep container play adalah :
- Masukkan benda kesukaan anak ke dalam baskom, lalu berikan ke anak. Biarkan anak eksplorasi sambil diobservasi
- Permainan kotak makan binatang, seperti yang sudah aku tulis di postingan tentang DIY Mainan Daur Ulang.
2. Nature Walk
Nature walk adalah kegiatan favoritku untuk si kecil. Selain stimulasi kompetensi individuasi, aku biasanya juga menambah kosa kata si kecil dengan memaksimalkan kontak mata 3 arah saat anak eksplorasi alam. Misalkan seperti ini :
- Biarkan anak eksplorasi apa saja yang ada di sekitarnya
- Biasanya anak suka berkeliaran kesana kemari, kadang kalau menemukan hal baru, ia akan mengamati agak lama. Contohnya saat anak melihat bunga
- Jangan langsung menyebut benda itu, saat anak sedang asyik mengamati
- Tunggu sampai ada momen anak akan mencari kita atau kontak mata dengan kita. Saat itu, barulah kita mengenalkan benda itu sebagai bunga
3. Functional Play (Stimulasi Kosa Kata)
Sejak anakku sudah bisa eksplorasi, rumah selalu berantakan dari dia bangun sampai tidur dan hanya bisa rapi saat malam hari saja. Setiap hari kerjaan si kecil ya bongkar isi rumah mulai dari sendok, gelas, sampai semua mainannya.
Benda favorit yang sering dibuat berantakan oleh si kecil adalah dompet. Mulai dari dompetku yang isinya mulai dari KTP, ATM, Kartu nikah, hingga segala macam jenis kartu sampai dompet eyang uti yang isinya uang receh. Dia suka sekali mengeluarkan semua isi dompet, lalu memasukkannya kembali. Dari sini, dia akhirnya paham bahwa benda yang fungsinya untuk menyimpan uang atau kartu transaksi, namanya dompet.
Begitulah konsep dari stimulasi functional play ini. Anak akan paham nama suatu benda berdasarkan fungsi dari benda tersebut. Prosesnya dimulai dari explorasi benda yang sama dengan berbagai macam isi yang berbeda. Anak akan berpikir, "ini benda apa, kok modelnya hampir sama tapi isinya beda semua? Kenapa punya Nda isinya kartu, punya Uti isinya uang receh? Coba aku cari Nda, ini apa ya, Nda?". Anak pun akan melakukan interaksi dengan kita dan pasti semacam mempertanyakan "ini apa ya?"
4. Constructive Play (Stimulasi Ruang dan Waktu)
Pada usia 18-24 bulan, pernah mengamati kalau si kecil mulai suka membentuk sesuatu dengan benda-benda yang ada di sekitarnya? Contohnya saat anak main lego, lalu menyusun rumah atau sesuatu yang mirip dengan apa yang pernah mereka lihat Saat itu anak sedang memasuki fase constructional play untuk stimulasi ruang dan waktu. Kenapa stimulasi ruang dan waktu ini penting? Kenapa, ya?
Coba ingat-ingat lagi, kita pasti sering curhat atau cerita ke suami tentang pengalaman yang sudah terjadi di masa lampau. Secara tidak sadar dalam komunikasi sehari-hari, kita sudah membawa konsep ruang dan waktu. Sama halnya saat si kecil membuat rumah dari lego atau membuat pesawat dari kertas. Tentunya si kecil sudah pernah melihat rumah atau pesawat sebelumnya, bukan? Nah, di sini si kecil sudah paham lo konsep ruang dan waktu dalam fondasi bahasanya. Dari bermain sederhana ternyata dampaknya bisa luar biasa membahana.
5. Pretend Play (Kemampuan Bercerita)
Kurangi screen time, perbanyak story telling time.
Aku ingat pernah bercerita dengan gaya story telling kepada anakku tentang mobil polisi yang sedang patroli. Meskipun belum bisa bercerita secara gamblang, ternyata anakku mampu mengurut cerita mulai dari:
- Ninuninuninu, brum brum bruuumm...(dia menirukan suara sirine mobil polisi dan mesin mobil)
- Cici lalan (mobil polisi jalan)
- Laliii (mengejar pencuri yang lari)
Meskipun kosa katanya masih terbatas, tapi dia sudah bisa mengurutkan kejadian berdasarkan cerita yang pernah ia dengar. Ia pun melakukan pretend play sebagai mobil polisi yang sedang mengejar pencuri yang berlari. Lewat pretend play, kemampuan bahasa anak sedang berkembang ke jenjang yang lebih rumit selain mengenal kata atau memahami kata, yaitu memvisualisasikan sebuah adegan di otaknya ke dalam suatu rangkaian kalimat.
Jadi, nggak usah parno saat anak tiba-tiba suka bercerita sendiri atau saat anak tiba-tiba berpura-pura menyuapi boneka. Biarkan mereka berusaha untuk mengembangkan kemampuan bahasanya ke jenjang yang lebih tinggi.
Disclaimer
Saya bukan ahli dalam perkembangan bahasa dan bicara. Tulisan ini saya rangkum dari penelitian Barbara Zollinger, instagram @vijiclinic, @citra_amelinda, sumber lainnya, serta pengalaman pribadi dalam stimulasi perkembangan bahasa anak.
Referensi
Barbara Zollinger: The Discovery of Language . Haupt, Bern 2015, 9th edition.
Feldman, H. M. How Young Children Learn Speech and Language. Pediatr Rev. 2019.
Instagram @vijiclinic, diakses Januari 2022.
Instagram @citra_amelinda, diakses Januari 2022
14 komentar
Feldman, H. M. How Young Children Learn Speech and Language. Pediatr Rev. 2019.
Postingan ini ilmu yang sangat bermanfaat sekali bagi ibu dan calon ibu. Yerimakasi informasi dan pemaparan nya lengkap sekali.
Kadang bisa jadi kemampuan oral yang menghambat, kemampuan motorik dibagian mulut itu juga.
Meniup balon, menyedot, mengunyah ini jufa termasuk salah satu upya menstimulasi kemampuanbicara anak.
Semga kita bisa lebih banyak belajar sebagai ortu. Sharing semacam ini jadi menambau wawasan
Sebagai seorang ibu, kita harus tetap banyak belajar ya Mba..
Betul, kurangi screen time itu dampaknya keliatan jelas. Ada anak saudara umurnya selisih dikit doang sama anakku. Aku gak pernah liat dia ngoceh dari kecil, entah karena pas ngoceh aku gk tau, atau emang dia 'pendiam'.. Tapi yg jelas dia tiap hari temenan sama YouTube, dari kecil, tidur aja tivinya di atas kepala
Sekarang anakku udah bisa ngomong maunya dia apa, walaupun belum jelas kata-katanya. Kalo dipaksa gak sesuai kemauan dia ya dia nolak,ngambek.
Cuma aku bingung, bilangnya gimana ke sodara biar dikurangi YouTube nya