Assalamu'alaikum, Surabaya!
"Dek, Bunda capek," keluhku dari kejauhan ketika si kecil masih asyik bergerak kesana-kemari, memegang benda satu ke benda lainnya, hingga mengeluarkan semua peralatan dapur ke halaman belakang.
Kepalaku sedikit pusing akibat berlarian di bawah terik matahari. Ditambah lagi cuaca kota Surabaya sedang panas-panasnya bak gurun Sahara. Belum sampai lima menit aku duduk, aku harus kembali mengerahkan energi untuk berlari sekencang-kencangnya. Hampir saja tangan mungilnya menyentuh knalpot panas motor anak kos belakang rumah.
"SubhanAllah, Dek," suaraku agak meninggi, hampir membentak, tapi sedikit tertahan, "main yang lain aja, ya?"
Si kecil pun kembali berlari dengan riang, meninggalkanku yang masih berdiri sambil beristighfar panjang. Ingin rasanya berteriak kencang, tapi sisa energi dalam tubuh sudah hilang, terkuras habis oleh gerak aktif si kecil yang semakin hari semakin menantang.
Ada rasa syukur yang mendalam ketika diberi amanah anak yang super aktif dengan segudang akal yang rasanya tak pernah habis. Bersamaan dengan itu, tumbuh juga rasa khawatir ketika melihat beberapa anak lain tumbuh tanpa banyak gerak, penurut, dan cenderung duduk diam saat diajari. Sementara si kecilku tidak seperti itu.
Ia cenderung tidak bisa diam. Tubuhnya selalu bergerak aktif, lincah, dan rasa penasarannya sangat tinggi terhadap apa pun yang ada di sekitarnya. Daun yang bergerak, semut yang berjalan, sampai membongkar mainan adalah hal yang ia sukai. Duduk diam saat diajari adalah suatu kemustahilan bagi si kecil.
Selain rasa khawatir, terbesit pula rasa takut kalau anakku akan di cap "anak nakal" oleh gurunya kelak akibat tidak bisa diam, seperti yang dialami oleh sepupuku dulu. Padahal, menurutku dia tidak nakal, hanya saja memang tidak bisa diam dan hobi membongkar barang. Buktinya dia selalu menurut apa nasihatku, tapi memang dia membangkang pada siapa pun yang menyebut dia "nakal". Ditambah lagi, stigma masyarakat terhadap anak yang super aktif saat itu selalu dikaitkan dengan "calon anak nakal". Satu hal lagi yang membuatku sedikit sedih adalah branding "anak nakal" yang disematkan oleh gurunya dulu melekat erat sampai sekarang.
Keresahanku semakin menjadi, ketika semakin hari si kecil makin sulit diatur. Bibit-bibit jiwa bebasnya mulai terlihat. Otak rasanya mau meledak saat memikirkan kegiatan atau permainan apa yang bisa membuatnya diam. Hingga suatu ketika saat berselancar di dunia maya untuk menemukan cara menghadapi anak aktif, ada satu kata yang aku temukan, dan berhubungan dengan segala keresahan serta kondisi anakku saat ini.
"Al-'uramah"
Sebuah kata, bagian dari pesan Nabi Muhammad SAW tentang anak lincah atau aktif, yang bisa jadi bekal kecerdasan anak di masa depan. Memang, ya, kalau sudah apa kata Nabi Muhammad SAW, rasanya hati langsung adem ayem. Segala rasa takut, khawatir, dan resah rasanya langsung berkurang, berganti dengan semangat untuk membersamai si kecil kembali.
Berkaca pada kasus sepupuku yang menurutku pribadi sebenarnya dia bisa tumbuh jadi anak cerdas jika dulu tak ada yang mematikan bibit cerdasnya dengan kata "anak nakal", penting sekali bagi orang tua untuk memahami fitrah anak kecil yang memang lincah dan bagaimana cara menyikapinya. Jangan sampai ada lagi guru atau orang tua lain yang mematikan bibit cerdas seorang anak kecil. Semoga dengan tulisan ini, stigma masyarakat tentang anak aktif = anak nakal bisa berkurang.
Anak Kecil yang Aktif
Saat menulis ini, memoriku bergerak mundur ke masa belasan tahun yang lalu saat aku tumbuh besar bersama sepupuku. Dia anak yang banyak gerak, tidak bisa diam, dan hobi membongkar apa pun. Sepeda, lemari, mainan, atau apa pun pasti dibongkarnya jadi sesuatu yang baru sesuai imajinasinya. Contohnya saja, sepeda roda tiga miliknya disulapnya menyerupai gerobak es serut. Pedal sepeda jadi tuas untuk memutar roda yang dibayangkannya sebagai mesin es serut. Aku pun turut masuk dalam permainan peran antara pembeli dan penjual es campur yang ia ciptakan. Masa kecil kami memang bahagia sekali saat itu, meskipun banyak orang yang melabeli sepupuku dengan sebutan anak nakal karena keaktifannya.
Hanya aku yang sabar bermain dengannya meskipun kadang tak jarang ia membuatku menangis karena tingkahnya. Beberapa teman kadang menjauhinya, jadi ia lebih suka bermain denganku. Sampai sekarang pun dia sangat dekat denganku. Kadang, ada sedikit rasa iba jika mengingat bagaimana orang sekitar memperlakukannya dulu dengan stigma bahwa anak aktif cenderung jadi anak nakal di masa dewasa nanti.
Stigma Masyarakat Indonesia
Sampai saat ini pun, stigma masyarakat Indonesia terhadap anak kecil yang aktif sebagian besar masih mengarah kepada calon anak nakal. Ada satu kasus menarik dalam sebuah forum parenting di komunitasku yang membuat emosi turut memuncak saat dia menceritakan bagaimana guru di sekolahnya melabeli anaknya sebagai anak nakal. Bahkan dia juga mengajak seisi kelas untuk melabeli si anak sebagai anak nakal.
Si anak ini memang anak aktif yang mungkin belum punya cara untuk mengontrol emosi maupun tindakan. Suatu ketika, seorang murid mengadukan anak ini kepada gurunya karena telah memukulnya. Nah, guru ini bukannya mencari titik tengah dengan menanyakan baik-baik alasan si anak memukul temannya, tapi dia langsung melabeli anak ini dengan "anak nakal", lalu memanggil si Ibu ke sekolah. Ibunda dari si anak ini pun bertanya kepada guru, "kenapa tak ditanya dulu, bu, alasan dia memukul?"
Jawaban si guru cukup sederhana, "anak ibu ini nakal lo. Tanya saja dengan teman sekelasnya."
Si Ibu ini akhirnya mengalah dengan memindahkan si anak ke sekolah yang sesuai dengan visi dan misinya. Keputusan yang bagus menurutku, daripada si anak ini nantinya juga bakal mati kecerdasannya seperti sepupuku. Ditambah lagi, menurut praktisi hipnoterapi, Moh. Imron Rosyadi, CHt, menerima labeling "nakal" sejak dini bisa berakibat fatal bagi masa depan si anak. Alam bawah sadar si anak akan merekam labeling tersebut dengan kuat, sehingga si anak merasa dirinya memang benar-benar nakal, dan suatu saat dia akan tumbuh jadi anak nakal yang sebenarnya.
Setelah bercerita tentang kasus tersebut, bangkit lagi salah satu memoriku tentang kisah Totto-chan (bisa baca di sini) yang juga dikeluarkan dari sekolah karena tingkahnya yang banyak serta suka "aneh-aneh" menurut gurunya. Sang Ibu juga berakhir dengan memindahkan Totto-chan ke sekolah lain yang bisa menerima kecerdasan Totto-chan. And you know what? Dari sekolah terakhir yang mau menerima Totto-chan, dia tumbuh jadi gadis cerdas dan bahkan di masa dewasa dia jadi duta UNICEF. Teman satu kelasnya juga banyak yang jadi orang-orang hebat seperti ilmuwan dunia, dan lain-lain.
Pandangan Psikologi
Berdasarkan pandangan dari dunia psikologi, anak aktif belum tentu anak nakal. Justru biasanya ciri anak cerdas ada di dalam anak aktif yang dianggap nakal. Akan tetapi, memang ada beberapa kondisi khusus yang menyebabkan anak aktif itu berperilaku seakan-akan seperti anak nakal jika tak mengetahui penanganannya secara tepat. Kondisi khusus anak aktif tersebut adalah hiperaktif, ADHD (Attention Deficit Hyperactivy Disorder), ASD (Autistic Spectrum Disorder), SPD (Sensory Processing Disorder), dan SAD (Separation Anxiety Disorder) (Alexandra Gabriella A., M.Psi, CHt dalam wawancara dengan Popmama).
Sebagai contoh pada kondisi anak hiperaktif dan ADHD. Secara singkat, Psikologi Klinik Tumbuh Kembang Anak, Siti Sa’diah Syam, S. Psi, M.Psi, Psikolog, menjelaskan bahwa hiperaktif merupakan kondisi di mana anak menjadi cenderung lebih aktif dari biasanya, cenderung impulsif dan mudah teralihkan terhadap sesuatu. Hampir mirip dengan hiperaktif, ADHD disebabkan oleh gangguan neurodevelopmental pada otak. Akibatnya, anak jadi sulit untuk fokus, impulsif, dan hiperaktif. Perlu diingat juga untuk menentukan apakah anak termasuk anak aktif dengan kondisi khusus tersebut atau tidak, memerlukan diagnosa dari ahli, jadi tidak boleh self diagnose.
Al-'Uramah, Anak Aktif Menurut Pandangan Nabi
Dalam buku Saat Berharga untuk Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim, Nabi Muhammad SAW pernah berpesan:
"Al- 'uramah seorang anak pada waktu kecil," kata Nabi Muhammad SAW, "akan menambah kecerdasannya di masa dewasa." (H.R. Tirmidzi)
Al-'uramah meliputi kelincahan, semangat bergerak, dan dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat, sehingga anak nyaris tidak pernah diam (Saat Berharga untuk Anak Kita hal. 35). Ketika anak-anak berlarian kesana-kemari, melompat-lompat, berteriak girang, atau bahkan suka memanjat tangga, itulah yang disebut Nabi sebagai Al-'uramah anak.
Fitrah Anak Kecil yang Aktif
Ada beberapa pendapat mengenai Al-'uramah karena masih dianggap sebagai hadits daif. Namun, banyak para ulama ahli parenting islam yang mencoba untuk menjelaskan Al-'uramah ini berdasarkan fitrah kebanyakan anak kecil yang senang bermain dan bergerak aktif.
Dijelaskan oleh Muhammad Baqir al-Majlisi dalam Miratul Uqul fi Syarh Akhbari Ali al-Nabi, maksud dari keaktifan anak kecil adalah anak kecil yang cenderung senang bermain-main dan itu bisa mengasah kecerdasan anak. Anak kecil yang suka bergerak, penasaran terhadap sesuatu suka memanjat, atau membongkar sesuatu, cenderung tumbuh menjadi pribadi cerdas. Hal itu disebabkan karena dari hal-hal tersebut, anak banyak belajar secara tidak langsung.
Bekal Kecerdasan Anak Saat Dewasa
Selaras dengan pesan Nabi dan pernyataan ulama tersebut, sebuah penelitian di Columbia pada tahun 2010 oleh Charles Basch, menyebutkan bahwa kegiatan anak di luar ruangan seperti olahraga atau bergerak aktif, bisa menjaga aliran darah agar mengalir secara optimal ke seluruh tubuh. Hal ini tidak hanya memberi otak oksigen yang cukup untuk fungsi yang dioptimalkan, tetapi juga mendorong pertumbuhan sel otak anak. Penelitian ini secara tidak langsung "mengiyakan" pendapat Nabi Muhammad SAW dan ulama bahwa Al-'uramah bisa menambah kecerdasan anak ketika dewasa nanti.
Menurut penelitian tersebut (Basch, 2010), peningkatan aktivitas fisik pada anak juga meningkatkan aliran darah, pertumbuhan sel, ukuran otak, dan kecepatan sinyal. Hal tersebut dapat memicu otak untuk mempertajam konsentrasi, mengontrol perilaku, serta pemrosesan informasi, dan memori yang lebih baik. Dalam arti lain, anak kecil yang bergerak aktif selama masih sesuai dengan porsinya, bisa meningkatkan perkembangan otak anak.
Sikap Orang Tua Menghadapi Al-'uramah Anak
Di masa Al-'uramah anak, akan ada banyak adegan teriakan anak yang kadang membuat telinga sakit, bahkan menyulut emosi. Akan ada banyak rasa lelah untuk mengembalikan semua benda yang diporak-porandakan anak, hingga tak jarang amarah siap meledak sewaktu-waktu. Akan ada banyak rasa kesal saat anak tak mau diam, sementara banyak pekerjaan yang terbengkalai karena itu.
Semuanya wajar karena aku sendiri sering mengalami hal itu sebagai manusia biasa. Akan tetapi, satu hal yang tak boleh dilakukan adalah jangan sampai teriakan, kata kasar, atau pukulan dari kita membuat bibit-bibit kecerdasannya mati sebelum berbunga. Astaghfirullahaladzim.
Beberapa cara berikut pernah aku gunakan untuk menyikapi Al-'uramah dari si kecil:
1. Sabar, sabar, dan sabar. Ingat-ingat kembali bagaimana dulu begitu menginginkan si kecil hadir di antara kehidupan pernikahan.
2. Beri ruang si kecil untuk berekspresi dan melampiaskan rasa penasarannya. Misalkan saja si kecil sedang senang eksplorasi dengan busa sabun. Maka, sediakan satu bak air dan beri sabun untuk menimbulkan busa. Biarkan ia main sampai puas, sampai tidak penasaran lagi. Setelah itu, angkat dan tiriskan si kecil.
3. Fasilitasi si kecil dengan permainan yang membutuhkan banyak gerak dan dilakukan di luar rumah ketika cerah. Sebagai contoh main lempar tangkap bola atau main semprotan air.
4. Setiap kesal atau rasanya ingin meledak, tahan napas 7 detik di bawah perut, lalu hembuskan perlahan. Setelah itu istighfar berkali-kali sampai tenang.
Kesimpulan
Sesuai pesan Nabi Muhammad SAW tentang Al-'uramah anak yang dipercaya bisa menambah kecerdasan saat dewasa nanti, tentunya bisa jadi angin segar bagi para orang tua yang selama ini khawatir anak aktifnya akan di labeli sebagai anak nakal. Bahkan sudah ada juga penelitian dari Charles Basch (2010) yang secara tidak langsung mendukung pernyataan tersebut dengan menyebutkan bahwa anak yang bergerak aktif atau melakukan olahraga ringan akan memiliki perkembangan otak lebih cepat dibandingkan anak pasif.
Sikap orang tua jadi sangat penting terkait Al-'uramah anak. Berteriak, memaki, atau memukul hanya akan mematikan bibit cerdas anak tersebut. Kuncinya hanya sabar, membersamai anak, serta memohon pertolongan Allah. Semoga bermanfaat dan bisa jadi bahan koreksi bersama dalam usaha membersamai anak.
Referensi
Adhim, M. F. (2009). Saat Berharga untuk Anak Kita. Yogyakarta: Pro-U Media
Basch, C. E. (2010). Healthier Students Are Better Learners: A Missing Link in School Reforms to Close the Achievement Gap.
Prasetyo, Dimas. (2019). Sebelum Dilabeli Anak 'Nakal', 5 Kondisi Psikologis Ini Perlu Dipahami. https://www.popmama.com/amp/kid/4-5-years-old/fx-dimas-prasetyo/sebelum-dilabeli-anak-nakal-kondisi-psikologis-ini-perlu-dipahami , diakses 14 Februari 2022.
Maghfiroh, Neneng. (2018). Kata Nabi, Anak yang Aktif adalah Anak yang Cerdas. https://bincangsyariah.com/khazanah/kata-nabi-anak-yang-aktif-adalah-anak-yang-cerdas/, diakses 15 Februari 2022.
Wawancara dengan narasumber Moh. Imron Rosyadi, CHt., praktisi hipnoterapi, 15 Februari 2022.
21 komentar
Baru tahu kalau anak yang aktif bulan berarti nakal, semoga stereotip yang sudah mengakar di masyarakat segera hilang.
Terima Kasih Kak
Pernah waktu itu jam tidur siang rata-rata, panas lagi cuacanya, ada anak-anak aktif banget main di depan rumah, teriak teriak, ehehe.
Semoga kedepannya bisa memaklumi hal itu dan bisa mengajarkan anak aktif namun gak berlebihan.
emang harus extra sabar ya ngadepin anak yang super aktif. alhamdulillah tetep sehat
semangat mbaaakkk 😁
Justru yang org kira nakal sbnrnya anak lg eksplore imajinasinya.