Dampak perubahan iklim kian hari kian nyata menyapa. Cuaca ekstrem, bencana alam, hingga kelangkaan air makin menjadi di berbagai wilayah Indonesia. Sudah saatnya manusia menunjukkan aksi nyata daripada slogan belaka untuk kurangi dampak perubahan iklim yang sebenarnya sudah dimulai sejak lama.
Aku masih ingat pada tahun 2008 silam, cuaca Surabaya saat itu benar-benar panas dan terasa menyengat kulit. Saat itu, aku sedang latihan display drum band di halaman Balai Kota Surabaya untuk persiapan lomba drum band tingkat SMP. Latihan berjalan agak lama hingga melewati waktu dhuhur. Tak ada yang aneh saat itu. Aku hanya merasakan badanku sangat lelah dan kehausan.
Malam harinya, tiba-tiba badanku sangat panas. Ibuku berkata bahwa cuaca panas Surabaya saat itu ternyata mencapai angka 40⁰C. Kemungkinan besar aku dehidrasi karena berada di bawah terik matahari terlalu lama. Di masa itu, seluruh warga Surabaya heboh karena tingginya suhu kota yang mencapai angka 40⁰C.
Menurut Rofik Isa, Prakirawan BMG Juanda Surabaya saat itu (2008), penyebab utama panas menyengat kota Surabaya saat itu karena proses perjalanan matahari ke selatan saat musim pancaroba. Dilansir dari BBC News (2008), naiknya suhu panas secara ekstrem tersebut juga berkaitan dengan pemanasan global akibat emisi gas CO2 sebagai pemicu perubahan iklim dunia.
Panas Surabaya Saat Ini
14 tahun telah berlalu sejak kehebohan derajat panas kota Surabaya saat itu. Aku masih ingat sekali bagaimana rasanya sengatan panas yang seperti menusuk kulit. Sakit yang tak bisa aku deskripsikan dengan kata-kata. Kulitku juga langsung terlihat belang instan pada bagian kulit yang tertutup. Padahal, sebelumnya belang di kulitku hanya terlihat samar. Sudah ada gambaran, kan, bagaimana rasanya disambar panas 40⁰C. Kalau kondisi badan kecapaian atau sedang tidak fit, bisa tumbang sepertiku.
"Lalu, bagaimana dengan panas Surabaya saat ini?"
Menurutku pribadi rasanya Surabaya semakin panas dari tahun ke tahun. Beberapa waktu belakangan ini suhu kota Surabaya masih berada di kisaran 35⁰C, tspi memang suhu maksimal yang dirasakan seperti 43⁰C dilansir dari BMKG (2022). Nah, panas yang dirasakan Surabaya ini ternyata sebagian dampak dari perubahan iklim yang terjadi secara global.
Berdasarkan data Proyek Keeling pada pengamatan di Mauna Loa sejak setengah abad yang lalu, konsentrasi CO2 sebagai pemicu pemanasan global serta perubahan iklim terus meningkat dari 315 partikel per juta (ppm) di 1958 menjadi 380 ppm di 2008. Jika tren kenaikan emisi gas CO2 terus naik, maka bisa diprediksi untuk skenario terburuk pada tahun 2100 rata-rata kenaikan suhu dunia antara 2,4° C dan 6,4° C berdasarkan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) dalam Laporan Penilaian Keempat (2007).
Padahal ambang batas kenaikan suhu rata-rata bumi sebesar 1,5 derajat untuk kurangi dampak perubahan iklim. Artinya saat suhu bumi naik antara 2,4°C- 6,4°C, dampak dahsyat perubahan iklim akan dialami manusia, satwa, dan ekosistem lingkungan. Bahkan, sudah ada prediksi terbaru berdasarkan Strait Times (2021) bahwa pada tahun 2030 suhu bumi akan melampaui batas aman 1,5 derajat jika tak diimbangi dengan pengurangan emisi gas karbon dioksida (CO2 ) sebagai pemicu utama efek perubahan iklim.
Perubahan Iklim yang Aku Rasakan di Surabaya
"Memang, apa sih perubahan iklim itu? Kok jadi heboh banget ngomonginnya? Kenapa harus mulai aksi nyata untuk kurangi dampak perubahan iklim?"
Nggak salah sih kalau ada yang masih berpikir seperti itu. Mungkin karena belum teredukasi tentang perubahan iklim beserta dampaknya. Bisa juga sebenarnya mereka sudah merasakan dampaknya, tapi tak paham kalau itu dampak dari perubahan iklim dunia.
Perubahan iklim menurut The United Nations mengacu pada perubahan jangka panjang terhadap suhu dan pola cuaca. Sebenarnya bumi secara alami memang mengalami perubahan iklim, tapi sejak tahun 1800, aktivitas manusia jadi agen percepatan perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan gas. Pembakaran bahan bakar fosil akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang bertindak seperti selimut yang membungkus bumi, menjebak panas matahari, dan menaikkan suhu bumi.
Sebagai contoh nyata adalah perubahan iklim yang aku rasakan di Surabaya. Selain suhu panas yang semakin tinggi di Surabaya, serta pergeseran waktu antara musim kemarau dan hujan yang semakin tak menentu, banyak sinyal alam tanda perubahan iklim yang masih jarang diketahui orang awam. Beberapa fenomena langka tanda perubahan iklim yang lebih sering terjadi di Surabaya adalah angin puting beliung, waterspout, dan hujan es.
Angin Puting Beliung
"Brak! Brak! Krek! Bang!"
Suara keras disertai angin kencang selama beberapa detik sontak membangunkanku dari tidur siang. Bersamaan dengan itu, terdengar suara Ibuku berteriak untuk menyuruhku keluar. Aku langsung melompat dari kasur dengan jantung yang berdebar kencang, menuju pintu depan, dan langsung keluar. Betapa terkejutnya aku karena suasana luar rumah sudah porak poranda dengan beberapa pohon tumbang. Paling parah adalah kanopi milik tetanggaku sampai hilang tak bersisa diterjang angin yang ternyata adalah angin puting beliung.
Kejadian angin puting beliung itu terjadi beberapa tahun silam saat aku masih kuliah. Baru-baru ini, di bulan Februari 2022, angin puting beliung kembali menyapa kota Surabaya. Namun, kali ini bukan daerahku yang terdampak. Menurut berita dari tvonenews.com, angin puting beliung menerjang kawasan Surabaya timur. Beberapa tahun ke belakang pun angin puting beliung lebih sering hadir di Surabaya. Yap! Hal itu akibat perubahan cuaca ekstrem yang terjadi sebagai dampak perubahan iklim.
Fenomena Waterspout
Masih ingat dengan fenomena waterspout yang sering disalahartikan sebagai angin puting beliung di dekat Jembatan Suroboyo tahun 2020 lalu? Tentu saja saat itu warga Surabaya heboh, panik, dan takut kalau waterspout yang dikira angin puting beliung ini akan bergerak ke arah daratan.
Sumber: tangkapan layar video di @asliareksuroboyo |
Ternyata, waterspout adalah fenomena alam langka akibat dari cuaca ekstrem yang identik dengan fenomena puting beliung tetapi terjadi di atas permukaan air yang luas. Fenomena waterspout terbentuk dari sistem awan cumulonimbus yang tergantung pada kondisi labilitas atmosfer.
Hujan Es
Berbeda dengan salju yang identik dengan butiran es lembut turun ke bumi, hujan es menghadirkan bongkahan es batu dengan ukuran tak beraturan. Baru-baru ini pada bulan Februari lalu, Surabaya kembali digemparkan dengan fenomena hujan es disertai angin kencang yang terjadi di wilayah Surabaya barat.
Bongkahan es dari hujan es (sumber: tangkapan layar video warga di @asliareksuroboyo) |
Hujan es memang pernah terjadi di titik tertentu wilayah Surabaya pada tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, pada tahun ini, titik wilayah terjadinya hujan es makin meluas. Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Dr Ir Amien Widodo MSi, memaparkan bahwa efek dari perubahan iklim dunia adalah kondisi permukaan bumi yang semakin ekstrem seperti terjadinya angin puting beliung dan puncaknya adalah hujan es yang sebelumnya sangat jarang terjadi di Indonesia.
Bumi Sedang Tidak Baik-baik Saja, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kasur yang nyaman, bebas gerah karena AC atau kipas angin, bebas banjir, makanan selalu tersedia, dan segala bentuk kenyamanan yang masih bisa dirasakan adalah bentuk semu dari bumi yang terlihat baik-baik saja. Rasa syukur kepada Sang Pencipta tentunya hadir karena semua rasa nyaman tersebut masih bisa dirasakan.
Akan tetapi, di luar kenyamanan yang masih bisa dirasakan itu, ada banyak petani dari berbagai daerah yang menjerit karena gagal panen lebih sering dari biasanya. Dilansir dari Knowledge Center Perubahan Iklim yang dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup, petani dari Jawa Tengah, Riau, Bengkulu harus menderita kerugian akibat cuaca ekstrem, siklus hama yang berubah, serta kekeringan akibat perubahan iklim. Cuaca ekstrem tersebut juga membuat nelayan di Surabaya sulit melaut. Sumber makanan jadi sulit didapat dan ancaman kelaparan pun mulai menyapa.
"Jadi cuma bencana kelaparan aja, nih?"
Oh, tentu tidak. Tengok saja kutub es di Arktik yang mulai mencair, menyebabkan permukaan laut sedikit naik, dan sering banjir. Bahkan, skenario terburuknya adalah daratan bakal tenggelam. Pernah juga kan dengar isu bahwa Jakarta akan tenggelam di tahun 2030?
Sadarkah kita, bahwa dibalik kenyamanan yang masih bisa kita rasakan, ada ancaman perubahan iklim yang mengintai. Ada bumi yang sedang tidak baik-baik saja. Haruskah menunggu dampak perubahan iklim tersebut hadir di depan mata kepala seperti yang sudah aku rasakan, barulah kebakaran jenggot untuk temukan solusi kurangi dampak perubahan iklim tersebut?
Kita bisa mulai aksi nyata untuk kurangi dampak perubahan iklim dimulai dari diri sendiri. Aku pribadi sadar bahwa aksi untuk kurangi dampak perubahan iklim tak bisa dilakukan secara ideal 100% dalam waktu singkat. Tak perlu harus aksi nyata dalam skala besar, tapi cukup dimulai dari diri sendiri dalam skala kecil. Siapa tahu bisa jadi inspirasi orang lain untuk bergerak bersama atau #TeamUpForImpact untuk kurangi dampak perubahan iklim secara masal. Seperti rangkuman langkah kecil yang sedang aku lakukan untuk kurangi dampak perubahan iklim dalam kampanye Earth Rewind versiku #UntukmuBumiku.
Earth Rewind: Memutar Kembali Kehidupan Masa Lampau untuk Kurangi Dampak Perubahan Iklim
Menurutku pribadi, beberapa cara yang sedang aku lakukan untuk kurangi dampak perubahan iklim rasanya seperti memutar kembali kehidupan penduduk bumi di masa lampau. Misalnya saja mematikan semua lampu saat tidur atau mengurangi penggunaan bahan bakar kendaraan dengan berjalan kaki. Sama seperti orang zaman dahulu yang masih minim listrik, maka saat malam hari hanya menggunakan penerangan seadanya, bahkan cenderung gelap. Orang zaman dahulu pun juga sering berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Oleh karena itu, aku mengambil filosofi memutar kembali (rewind) kehidupan penduduk bumi di masa lalu saat sebagian besar aktivitas mereka jarang menghasilkan emisi gas karbondioksida. Kampanye Earth Rewind versiku ini berisi 7 langkah kecil untuk kurangi dampak perubahan iklim yang bisa dilakukan hampir semua orang.
1. Cabut Kabel dari Stop Kontak
Mari mulai langkah pertama kurangi dampak perubahan iklim dengan sederhana, yaitu cabut kabel dari stop kontak jika selesai digunakan. Membiarkan kabel peralatan listrik tertancap di stop kontak tanpa digunakan hanya akan membuang daya listrik secara percuma. Daya listrik tetap akan mengalir ke kabel listrik yang tertancap stop kontak meskipun tidak digunakan.
"Waw! Terbayang kan berapa banyak batu bara yang terbuang sia-sia untuk mengalirkan listrik ke peralatan elektronik yang ternyata tidak digunakan? Bertambah pula emisi gas CO2 yang terbuang ke atmosfer dan menyebabkan bumi makin panas, panas, dan panas."
Aku pribadi biasanya melakukan pengecekan di dalam rumah tiap siang dan malam. Kalau menemukan kabel peralatan elektronik yang masih menancap di stop kontak padahal tidak digunakan, aku akan segera mencabutnya.
2. Jalan Kaki atau Gunakan Kendaraan tanpa BBM
Sepertinya sudah bukan rahasia umum lagi ya, kalau kendaraan dengan bahan bakar minyak (BBM) penyumbang terbesar polusi udara serta emisi gas karbon dioksida. Di era modern seperti ini dengan mobilitas yang cukup tinggi, hal paling efektif untuk menekan angka polusi udara beserta emisi gas karbon dioksida sebenarnya adalah pengalihan dari bahan bakar minyak ke bahan bakar nabati.
Akan tetapi, implementasinya butuh proses yang agak panjang dan butuh dukungan penuh dari pemerintah untuk pengalihan energi tersebut. Hal sederhana yang bisa dilakukan sambil menunggu kebijakan tersebut terealisasi adalah dengan mengadaptasi cara hidup orang zaman dulu, yaitu berjalan kaki atau menggunakan kendaraan tanpa BBM. Tak perlu setiap hari, gunakan waktu secara berkala dan konsisten seperti setiap hari Minggu selama satu hari penuh jalan kaki atau menggunakan sepeda saat beraktivitas.
3. Buang Air Bekas Cucian Beras ke Tanaman
Pernah nggak sih dulu waktu SMP atau SMA melihat video ilustrasi sebuah surat dari penduduk bumi di tahun 2050 yang mengalami krisis air dan oksigen? Aku lupa judul tepatnya apa, tapi video yang berisi narasi surat dari tahun 2050 itu menceritakan tentang bagaimana pohon punah, perebutan oksigen, serta kelangkaan air yang sangat parah akibat perubahan iklim.
Belasan tahun berlalu dan aku makin sadar kalau tiap detik, bumi sedang berjalan menuju prediksi surat dari penduduk bumi di tahun 2050. Bahkan, saat ini sudah ada beberapa wilayah di Indonesia yang menderita kekeringan air seperti di NTT, Papua, dan lainnya. Maka, sangat penting untuk berperilaku bijak dalam mengolah air bersih, maupun air yang sudah terpakai.
Membuang sisa air cucian beras ke tanaman (sumber: Canva) |
Nah, salah satu cara paling sederhana di kehidupan sehari-hari agar air yang sudah digunakan tak terbuang sia-sia adalah memberikan air cucian beras ke tanaman. Setidaknya air tidak terbuang percuma ke saluran air yang hanya akan berakhir jadi kumpulan air kotor. Jadi, air bekas cucian beras bisa bermanfaat sebagai nutrisi untuk tanaman. Gampang banget, kan?
4. Belanja dengan Tas Kain
Biasanya kalau sedang belanja ke minimarket, aku selalu lupa membawa tas belanja. Akhirnya aku terpaksa harus membawa pulang kantong plastik dengan catatan wajib didaur ulang. Baru-baru ini saat berbelanja ke sebuah minimarket, aku dibuat terkejut sekaligus senang karena kantong plastik sudah benar-benar dilarang untuk digunakan.
Jadi pilihannya hanya beli tas belanja kain yang sudah disediakan seharga 4000-6000 atau silakan bawa sendiri barang belanjaannya dengan tas belanja yang sudah dibawa dari rumah. Setelah ngobrol dengan kasir, ternyata kebijakan baru ini berlaku setiap hari.
Hal ini jadi tantangan banget bagiku yang pelupa sekaligus angin segar bagi penduduk Surabaya yang peduli lingkungan. Teman-teman juga bisa lo, memulai kebiasaan baik tanpa kantong plastik dengan membawa tas belanja jika ingin belanja ke minimarket.
Aku jadi ingat ketika dulu nenekku selalu membawa tas belanja yang terbuat dari anyaman bambu atau daun kelapa tiap belanja ke pasar. Nah, di zaman modern ini ternyata kebiasaan membawa sendiri tas belanja kembali digalakkan untuk kurangi dampak perubahan iklim akibat sampah plastik.
5. Hapus Sampah Digital
Mungkin bagi sebagian besar orang masih bingung, bagaimana bisa internet yang sehari-hari digunakan bisa menghasilkan karbon dioksida? Lalu, apa hubungannya membersihkan sampah digital dengan kontribusinya untuk kurangi dampak perubahan iklim?
Data center yang merupakan tempat penyimpanan data tiap pengguna internet berisi hampir jutaan ruang penyimpanan yang membutuhkan energi untuk terus hidup selama 24 jam dalam seminggu, bahkan hampir selamanya. Ada begitu banyak energi yang dipakai disini seperti listrik yang masih menggunakan energi fosil, cooling system untuk menjaga suhu data center, dan sumber energi pendukung lainnya.
Membersihkan sampah digital di ponsel |
Email, fail, aplikasi, duplikat foto dan video yang tidak perlu adalah sampah digital yang terus menghabiskan energi dalam data center. Menurut sebuah laman website Digital Clean Up Day, tiap tahun internet dan seluruh sistem pendukungnya menghasilkan 900 juta ton CO2 .
Penghapusan sampah digital otomatis akan mengurangi beban data center dalam menyerap energi. Oleh karena itu, menghapus sampah digital yang ada di ponsel, laptop, dan gadget lainnya adalah salah satu langkah paling mudah untuk kurangi dampak perubahan iklim. Cukup luangkan waktu minimal 1 kali dalam seminggu untuk membersihkan sampah digital.
6. 2/7 Tanpa Listrik
Sedikit naik tingkat kesulitan dari langkah 1-5, aku sedang membiasakan untuk meminimalisir penggunaan listrik 2 jam dalam sehari selama seminggu secara berturut-turut. Kalau bisa lebih bagus tanpa listrik sama sekali.
Menurutku pribadi nggak perlu gengsi atau malu untuk hidup tanpa listrik atau malu untuk hidup seperti orang zaman dulu yang masih minim listrik. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Generasi masa depan juga punya hak untuk menikmati keindahan bumi. Kita tidak boleh egois hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri.
Nah, berikut ini langkah yang aku lakukan untuk meminimalisir penggunaan listrik selama 2 jam, serta dilakukan 7 hari berturut-turut:
- Aktivitas di luar rumah bersama si kecil selama 2 jam
- Mematikan semua lampu, kecuali kamar mandi sebelum tidur
- Mematikan peralatan elektronik dengan daya besar seperti kulkas, pompa air, dan lain-lain selama 2 jam.
7. Jadi Konsumen Bijak, Olah Sampah Plastikmu Sendiri
Jadi konsumen bijak dalam konteks usaha untuk kurangi dampak perubahan iklim itu gampang-gampang susah. Saat membeli suatu produk, sebagai konsumen bijak juga harus memikirkan bagaimana memperlakukan sampah dari produk. Jangan hanya bermindset beli-buang. Coba sisipkan prinsip beli-olah-buang.
Jadi saat beli produk, aku pribadi akan selalu memilahnya, lalu mengolahnya jika masih bisa didaur ulang atau dipakai kembali, dan membuangnya untuk jenis sampah yang masuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Misalnya saja contoh paling mudah adalah sampah kantong plastik. Daripada dibuang begitu saja, aku coba daur ulang jadi pouch kosmetik atau pouch ponsel. Ada juga beberapa produk bayi berbasis plastik yang aku jadikan pot bunga atau mainan edukatif untuk anakku.
Beberapa sampah plastik, karton, minya jelantah, dan sampah organik yang berhasil aku olah sendiri. |
Mengolah sendiri beberapa sampah yang aku hasilkan adalah salah satu bentuk tanggung jawab kecilku untuk bumi. Saat ini aku masih berhasil mengolah sekitar 30% sampah yang aku hasilkan tiap hari. Namun, aku yakin kalau semua keluarga menerapkan ini akan bisa mengurangi dampak perubahan iklim yang salah satu penyebabnya adalah sampah plastik.
Yuk, Ikuti Earth Rewind #UntukmuBumiku!
Satu semut mungkin hanya bisa memberikan gigitan dengan efek samping gatal pada manusia. Namun, ribuan atau jutaan semut mungkin bisa berikan dampak keracunan senyawa asam format yang lebih masif pada tubuh manusia.
Begitu juga dengan aksi nyata untuk kurangi dampak perubahan iklim. Satu orang sepertiku mungkin tak akan mampu kurangi dampak perubahan iklim secara signifikan. Akan tetapi, jika apa yang aku lakukan bisa menginspirasi sesama untuk melakukan hal yang sama, dampak perubahan iklim bisa saja jadi berkurang.
Siapa pun bisa jadi agen perubahan untuk tebarkan kebiasaan baik untuk selamatkan bumi. Bahkan, kaum rebahan sepertiku juga bisa lo selamatkan bumi lewat aksi Earth Rewind. Cukup lakukan 7 langkah kecil yang berkaca dari kehidupan zaman dahulu untuk mengurangi emisi gas CO2 sebagai pemicu utama perubahan iklim.
Jangan tunggu dampak perubahan iklim makin menjadi. Yuk, kita #TeamUpForImpact lakukan Earth Rewind untuk kurangi dampak perubahan iklim. Mari ciptakan bersama bumi yang lebih baik untukmu, untukku, dan untuk generasi mendatang.
Referensi
BBC News Indonesia. 2009. Sejarah Perubahan Iklim. https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/11/091123_sejarahperubahan.amp Diakses 10 April 2022
Ditjen PPI Kementerian Lingkungan Hidup. 2017. Knowledge Centre Perubahan Iklim. http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/dampak-fenomena-perubahan-iklim Diakses tanggal 10 April 2022
Martin Parry, dkk. 2007. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
Setya Budi. 2013. Perhitungan Faktor Emisi CO PLTU Batubara dan PLTN. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. Vol. 15 (1). Batan
RZN. 2021. IPCC: Kenaikan Suhu Bumi Lampaui Batas Aman Pada 2030. https://amp.dw.com/id/kenaikan-suhu-bumi-lampaui-batas-aman-pada-2030/a-58809535 Diakses tanggal 12 April 2022
Republika. 2008. Suhu Surabaya Mencapai 40 Derajat. https://m.republika.co.id/amp/8950
https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change Diakses tanggal 11 April 2022
Tim Detik Jatim. 2022. Perubahan Iklim Turut Pengaruhi Banyaknya Fenomena Hujan Es di Surabaya. https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/jatim/berita/d-5958613/perubahan-iklim-turut-pengaruhi-banyaknya-fenomena-hujan-es-di-surabaya/amp Diakses tanggal 11 April 2022
Sandi Irwanto. 2022. Angin Puting Beliung Terjang Surabaya, Terbangkan Pohon dan Benda-Benda. https://www.tvonenews.com/daerah/jatim/28521-angin-puting-beliung-terjang-surabaya-terbangkan-pohon-dan-benda-benda Diakses Tanggal 11 April 2022
20 komentar
Dan langsung berucap "Alhamdulillah" karena kondisi saat itu sedang di dalam rumah. Semoga gak ada korban ketika bencana datang dan introspeksi ke dalam diri sendiri, "Sudahkah kita ramah dengan alam? Apa yang bisa kita lakukan?"
Dengan menyadari dan mengubah hidup menjad sustainable lifestyle, diharapkan tanda-tanda anomali alam ini tidak terjadi lagi.
Serem banget yaa..
Semoga konsisten ke depannya
Yah masih PR banget cabut colokan charger hehe