5 dari 10 perempuan dan 3 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik (Survei KRPA tahun 2021).
Saat aku sekolah di bangku SMP, aku mulai memberanikan diri untuk pulang dan pergi sendiri naik angkutan umum. Maklum, aku dan Ibuku bukan berasal dari keluarga berada dan tak punya kendaraan pribadi untuk antar jemput sekolah. Ayah juga sudah tiada sejak aku kelas 5 SD.
Sebenarnya di era itu banyak juga anak seusiaku yang berangkat dan pulang naik angkutan umum. Jadi saat itu aku juga berani-berani saja naik angkutan umum yang disebut bemo saat berangkat atau pulang sekolah.
Suatu ketika, aku pulang dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah pada hari Minggu naik angkot berwarna coklat seperti biasanya. Di tengah perjalanan, seperti ada yang mencolek bagian bahuku.
Refleks aku menoleh ke belakang. Ternyata ada seorang bapak-bapak di belakangku. Namun, wajahnya seperti "innocent", tak terjadi apa-apa. Aku pun memalingkan muka dan kembali menghadap depan karena mungkin itu hanya perasaanku saja.
Selang beberapa menit kemudian, aku kembali merasakan bagian tubuhku seperti dicolek. Kali ini bagian leher. Aku mulai ketakutan. Aku lihat sekelilingku seperti masa bodoh dan terkesan tak mau ikut campur.
Berbekal ajaran "berani" dari Ibuku. Aku nekat menekan bel di bagian atap bemo, tanda aku ingin turun saat itu juga. Untungnya aku turun di tempat yang cukup ramai. Aku tak peduli lagi jika harus mengeluarkan uang lebih untuk naik becak langganan yang kebetulan ada di sekitar situ.
Selama naik becak, kakiku rasanya lemas hingga tak mampu berdiri lagi. Tubuhku gemetar hebat dan air mataku mengalir deras. Sampai di rumah, aku langsung memeluk ibu dengan erat, lalu menceritakan semua kejadian itu.
Mungkin bagi sebagian orang yang belum pernah mengalami langsung situasi itu, kesannya seperti biasa saja. Akan tetapi, teror yang aku rasakan saat itu benar-benar traumatis untuk anak seusiaku. Aku sampai tak berani lagi naik angkutan umum sendirian, hingga Ibu terpaksa meminta bantuan saudara untuk antar jemput sekolahku sampai aku tenang kembali.
Kejadian yang aku alami, menurutku masih tergolong ringan jika dibandingkan dengan beberapa korban pelecehan seksual yang marak di pemberitaan media sosial. Jadi, bisa dibayangkan sendiri bagaimana level trauma si korban dan bagaimana teror rasa takut yang dialami korban sampai tak bisa bercerita.
Pelecehan Seksual di Ruang Publik, Kita Bisa Apa?
Berdasarkan hasil Survei oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) tentang Pelecehan Seksual di Ruang Publik Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia tahun 2021, sebanyak 78,89 persen responden perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Lebih dari setengah kasus terjadi di jalanan umum atau taman.
Hal ini menunjukkan bahwa ruang publik belum jadi tempat yang aman bagi perempuan atau anak. Anehnya, jika pelecehan seksual banyak terjadi di ruang publik, seharusnya tetap ada 1 atau 2 orang masyarakat umum yang melihat kejadian itu. Persis seperti penumpang di dalam angkutan umum yang pura-pura tidak melihat kejadian si bapak mesum yang colak-colek bagian belakang tubuhku.
Lantas, apa saja sih yang bisa dilakukan oleh saksi mata peristiwa pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik? Lebih baik diam saja atau ada tindakan kecil yang bisa dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual itu berjalan terlalu jauh?
Metode 5D dari L'Oréal Paris untuk Lawan Pelecehan Seksual di Ruang Publik
L’Oréal Paris bekerja sama dengan salah satu anggota Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), Hollaback! Jakarta menggelar pelatihan daring StandUp yang bisa diakses oleh seluruh penduduk Indonesia. Pelatihan StandUp mengusung metode 5D dalam melawan pelecehan seksual di ruang publik, yaitu Dialihkan, Dilaporkan, Dokumentasikan, Ditegur, dan Ditenangkan. Sebelumnya, cek dulu hal apa saja yang bisa digolongkan sebagai pelecehan seksual di postingan Bentengi Anak dari Pelecehan Seksual.
1. Dialihkan
Hal sederhana pertama yang bisa dilakukan saat melihat atau jadi saksi mata pelecehan seksual di ruang publik adalah mengalihkan perhatian. Sebagai contoh saat melihat ada anak sekolah yang dicolek bagian tubuhnya oleh orang asing, kita bisa melakukan beberapa hal untuk mengalihkan perhatian si pelaku, seperti:
- pura-pura menabrak pelaku atau menjatuhkan sesuatu di dekat mereka
- memanggil si anak, pura-pura kenal, lalu ajak mengobrol, dan menjauh dari pelaku
- pura-pura kenal dan sok akrab ke pelaku, giring agar menjauh dari si anak
2. Dilaporkan
Jika mengalihkan perhatian masih gagal, bisa memakai cara kedua, yaitu melaporkan kejadian itu ke orang terdekat yang bisa menjadi penengah. Misalnya seperti guru, satpam, kondektur, atau siapa pun yang bisa menjadi penengah.
3. Dokumentasikan
Cara dokumentasi ini sedikit tricky kalau tidak digunakan secara bijak. Apalagi di era digital saat ini. Jika memutuskan untuk mendokumentasikan diam-diam peristiwa pelecehan seksual, jangan sekali-kali memosting ke media sosial tanpa izin korban. Kita hanya bisa menggunakan itu untuk sedikit menggertak pelaku dan tetap meminta izin korban ketika ingin menjadikan rekaman itu sebagai barang bukti.
4. Ditegur
Gunakan cara terakhir ini jika ketiga cara sebelumnya tidak berhasil. Tegur sewajarnya sang pelaku dan segera amankan korban. Jika pelaku merespon balik untuk memperkeruh suasana, abaikan saja. Keselamatan kita dan korban lebih penting.
5. Ditenangkan
Menenangkan korban pelecehan seksual di ruang publik adalah hal yang wajib kita lakukan agar dia merasa aman. Posisikan diri sebagai seorang teman. Jangan sekali-kali menyalahkan pakaian korban atau hal lainnya. Stop melabeli korban pelecehan seksual sebagai seseorang yang bersalah karena mengundang pelaku untuk melakukan hal tercela itu.
Yuk, Berani Lawan Pelecehan Seksual di Ruang Publik!
Begitulah metode 5D yang diajarkan oleh L’Oréal Paris untuk berani lawan pelecehan seksual di ruang publik. Aku sendiri pernah menggunakan cara “Dialihkan” saat menemano anak korban pelecehan seksual yang trauma bertemu dengan pelaku. Saat itu aku tak bisa melabrak pelaku karena tak cukup bukti. Jadi hanya bisa mengalihkan perhatiannya agar menjauhi korban.
Sudah tidak ada lagi alasan untuk bungkam saat melihat pelecehan seksual di ruang publik. Sudah saatnya kita bahu membahu lawan pelaku pelecehan seksual yang berani melancarkan aksi di ruang publik. Yuk! Pahami metode 5D untuk lawan pelecehan seksual di ruang publik!
Referensi
- https://www.standup-international.com/id/id/
- Survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) tentang Pelecehan Seksual di Ruang Publik Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia tahun 2021
24 komentar
Hal ini menjadi tanggunjawab kita bersama sebagai perempuan yang bisa melindungi sesama perempuan. Bersama-sama Lawan Pelecehan Seksual di Ruang Publik.
Tuhan makin tua dan mereka makin dewasa
Sekalian beliin Salfa buku
Informasi untuk bagaimana cara melawan pelecehan seksual ini penting, agar para korban dan saksi berani bertindak ketika ada kejadian pelecehan
Hanya sekarang, sudha lebih dimudahkan dengan kehadiran gadget. Orang bisa mendokumentasikan, lalu dishare di media sosial. Tapi memang bagusnya, langsung menegur pelaku dan melaporkan ke petugas.
Langkah awal perlu pura-pura kenal ke pelaku kalau ada yang mencurigakan seperti itu. Makasih tipsnya, sangat bermanfaat, Mbak