Pernah nggak sih, kamu berada dalam fase pertanyaan, "Kenapa hidup orang itu tampak mudah, padahal dia sudah menyakitiku?". Kamu sungguh berharap ada pembalasan setimpal, setidaknya dua kali lipat lebih hebat dari apa yang sudah kamu alami.
Namun, nyatanya pembalasan itu nihil adanya. Malah kehidupan orang yang telah menyakitimu jadi semakin mudah. Kamu pun jadi semakin tenggelam dalam kemarahan. Marah karena merasa Allah tidak adil dan marah karena orang yang pernah menyakitimu tak mendapat balasan atas perbuatannya.
Fase Tergelap dalam Hidupku
Jujur, aku pernah berada dalam posisi itu. Semakin hari, rasa benci dan marah karena orang itu tak mendapat balasan semakin menjadi. Enak sekali hidupnya, harusnya dia merasakan apa yang aku rasakan, dong! Hingga sumpah serapah, serta doa jelek lain menyertai hari-hariku untuk orang itu.Ya, aku tahu kalau berdoa buruk ke orang lain akan memberikan efek boomerang untuk diri sendiri.
Perjalanan Doa Buruk
Ada dua hal yang akan terjadi dengan doa buruk. Antara doa itu memang akan mengenai orang yang didoakan karena menurut Allah SWT orang itu memang salah, atau doa itu kembali ke yang mendoakan karena Allah SWT menilai orang itu belum pantas menerima doa buruk. Seperti kajian yang dilansir dari NU online, dalam kitab berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah halaman 141, Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad menjelaskan tentang larangan mendoakan jelek dan melaknat, baik ditujukan pada diri sendiri atau orang lain.
Ketahuilah bahwa suatu laknat, bila telah keluar dari mulut seseorang, akan naik ke arah langit, maka ditutuplah pintu-pintu langit di hadapannya sehingga ia turun kembali ke bumi, dan dijumpainya pintu-pintu bumi pun tertutup baginya. Setelah itu, ia akan menuju ke arah orang yang dilaknat, jika ia memang patut menerimanya. Jika tidak, laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitab Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah)
Kalau dipikir-pikir, cukup mengerikan ya kalau doa buruk itu berbalik ke kita. Entah "setan" apa yang menguasaiku waktu itu, hingga aku hampir setiap hari berdoa buruk untuk orang itu dengan kebencian yang mengakar.
Memaafkan itu Mudah, tapi Tidak untuk Melupakan
Jika ditanya apakah aku sudah memaafkan kesalahan orang itu, tentu aku sudah memaafkan. Allah SWT saja begitu mudah memaafkan semua kesalahan manusia, mengapa aku tak mau memaafkan?
Hanya saja, masih sangat susah untuk melupakan bekas sakit hati yang masih tertinggal di hati. Kadang masih sangat nyeri jika teringat perbuatannya padaku. Ibaratnya, gelas yang pecah sudah tak akan bisa kembali seperti semula. Bekas retakannya akan selalu ada, meskipun sudah direkatkan kembali.
Hal ini yang menjadi salah satu faktor "setan" mudah menyusup ke dalam hati dan pikiranku. Ada celah untuk membisikkan seribu kebencian dan amarah lewat bekas retakan luka tadi.
Racun Kebencian yang Terlanjur Mengakar
Di masa tergelapku sebelum menikah, banyak teman yang berkata aku telah berubah. Dari Anggita yang dulu selalu memilih untuk sabar dan mengalah kalau ada yang menyakiti, sekarang jadi Anggita yang tak segan untuk membalas semua perbuatan orang yang telah menyakitinya.
Sebuah perubahan yang membuat beberapa orang jadi enggan untuk berurusan denganku. Bahkan, aku tak segan untuk berkata pedas kepada orang yang pernah menyakitiku atau membalikkan omongan jahat orang itu dengan berani.
Saat itu aku benar-benar jadi orang yang fearless. Gak ada takut-takutnya sama sekali. Sampai orang yang pernah menyakitiku juga heran atas perubahan sikapku yang mencapai 180 derajat dan dia juga ikut "takut" dengan perubahanku.
Sebuah Titik Terang, Allah SWT Masih Menyelamatkan Hidupku
Cukup lama aku berada di fase gelap itu. Tiada hari tanpa mengharapkan Allah SWT membalas perbuatan orang itu. Akan tetapi, orang itu hidupnya makin mudah. Menikah, punya anak, hingga pekerjaan juga lancar-lancar saja. Pokoknya kehidupan orang itu seperti dipermudah oleh Allah SWT.
Jawaban dari Allah SWT
Rasanya ingin menghancurkan kebahagiaan orang itu, tapi aku masih waras untuk tak melakukan hal yang sama dengan yang orang itu lakukan. Aku nggak mau, dong, disamakan dengan orang itu.
Akhirnya, aku hanya bisa menangis. Aku tumpahkan segala rasa sakit yang aku rasakan kepada Allah SWT di sepertiga malam.
Suatu ketika, akhirnya jawaban Allah SWT atas pertanyaan, "kenapa hidupnya tampak mudah, sedangkan dia sudah menyakitiku?", akhirnya muncul. Sore itu, aku iseng scroll Tik Tok untuk mencari resep masakan. Aku scroll, scroll, dan scroll hingga sebuah video singkat dari seorang ustadz lewat di fyp ku.
Kebetulan video itu membahas tentang konsep pembalasan dari Allah SWT. Dari sinilah aku akhirnya mencerna lubang besar yang aku lewatkan dalam memaknai pembalasan dari Allah SWT.
Konsep Pembalasan dari Allah SWT
Aku bukan orang yang percaya dengan hukum karma karena di ajaran agamaku tidak ada. Namun, di ajaran agamaku memang ada janji Allah SWT untuk membalas semua perbuatan manusia sekecil apa pun. Seperti dalam QS Al Zalzalah ayat 7-8.
Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS Al Zalzalah: 7-8)
Berbekal janji Allah SWT dalam ayat inilah kenapa aku saat itu begitu menantikan pembalasan Allah SWT kepada orang itu. Padahal, nggak semua perbuatan manusia itu dibalas di dunia. Pembalasan paling mengerikan itu ketika dibalas oleh Allah SWT di akhirat.
Ustadz tersebut kemudian menjelaskan kalau perbuatan buruk seseorang tidak dibalas di dunia, tapi hidupnya malah semakin mudah. Bisa jadi itu bentuk istidraj dari Allah SWT. Jadi, Allah SWT semacam sudah tidak peduli lagi dengan orang itu, tidak mengingatkan atas dosa atau perbuatan buruk yang sudah ia perbuat.
Namun, semuanya akan langsung dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Terbayang, kan, bagaimana kalau sudah dibalas langsung di akhirat nanti? Pasti bakal lebih mengerikan daripada dibalas di dunia. Wallahu a'lam bish-shawab.
Bentengi Diri dengan Doa Baik Saat Disakiti Orang Lain
Membawa dendam sama saja dengan menggenggam buah berduri di tangan. Lama-kelamaan tanganmu akan terluka oleh duri dari buah itu. Kamu tetap tak mau melepaskannya karena masih berharap duri itu akan hilang dan kamu siap untuk menghancurkan buah itu. Padahal, cukup kamu lepaskan saja dan buah berduri itu akan hancur dengan sendirinya karena proses pembusukan." (Anggita Ramani)
Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, tiba-tiba air mataku langsung meluncur deras. Rasanya seperti jadi anak kecil yang bebas menangis ketika merasa sakit. Ya, aku menangis sejadi-jadinya hari itu, meluapkan segala rasa yang aku tahan dengan topeng ketegaran.
Hari itu aku akhirnya melepas semua duri penyakit hati yang sengaja aku bawa. Beban sakit hati yang selama ini aku bawa, seketika mulai terasa ringan. Dada pun rasanya tidak sesak ketika mengingat perbuatan jahat orang itu.
Fokus Memperbaiki Diri dan Berkarya
Setelah itu, aku sudah tak peduli lagi dengan orang itu. Biarkan Allah SWT yang membalas dengan cara dan ketentuanNya. Masalah kenapa hidupnya malah lebih mudah, aku juga sudah tidak peduli lagi. Pikiranku terlalu berharga jika dipakai untuk memikirkan semua kejahatan orang itu padaku.
Sementara itu, aku sibuk memperbaiki diri dan berkarya di dalam hal positif. Aku jadi sering solo traveling, menulis, dan menghidupkan kembali blog yang sudah lama tidak aktif. Rasanya jauh, jauh, dan jauh lebih tentram dari sebelumnya.
Sakit Hati Karena Seseorang? Berdoa baik dan Biarkan Jalur Langit yang Bekerja
Berdasarkan pengalamanku pribadi di atas, percuma sekali menghabiskan waktu untuk fokus menunggu balasan orang yang sudah menyakiti. Lebih baik waktu berharga itu digunakan untuk berkarya atau melakukan hal positif lainnya yang bisa untuk upgrade diri.
Kalau masih belum bisa melepaskan rasa sakit itu, berdoa saja yang baik untuk diri sendiri. Setidaknya kalau belum bisa berdoa baik untuk orang yang telah menyakiti, setidaknya kita berdoa baik untuk diri kita sendiri. Lebih bermanfaat, bukan?
Referensi
https://islam.nu.or.id/ubudiyah/larangan-melaknat-dan-mendoakan-jelek-esHjy
Posting Komentar