Sore kala itu, kami ajak si kecil ke salah satu taman di Jombang untuk bermain sebelum pulang ke rumah Mbah Buyut di Kertosono. Awalnya si kecil happy main di situ, sampai di momen, ia merengek untuk membawa pulang batu taman yang berwarna-warni.
Saya tegas melarangnya karena itu properti taman. Mulailah ia menangis. Awalnya hanya merengek, lama-lama ia bergulung-gulung di rumput taman sambil menjerit-jerit.
Oh, sungguh drama tantrum di tempat umum pun dimulai. Si kecil mulai menangis untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Beberapa orang mulai menoleh, menatap iba dengan pertanyaan, “kenapa saya tidak segera membujuk anak ini?”
Ayahnya pun mulai tidak sabar dengan mengeluarkan kalimat, “udah, lah, Bun, biarin ambil batunya satu aja.”
“Oo, tidak bisa, jangan dibiasakan kayak gini,” saya tetap menolak dengan tegas. Saya suruh beliau minggir dulu jika tidak sanggup mendengar jerit tangis si kecil. Ini perang saya untuk membentuk karakter si kecil. Kalau nggak dimulai dari sekarang, bakal lebih susah lagi di masa depan.
Si kecil tentu saja lanjut menangis, mengamuk, dan tidak mau dipeluk. Saya biarkan saja sambil tetap berada di dekatnya. Sesekali saya bicara, “Masih marah? Nggak apa-apa, marah aja. Nangisnya diterusin dulu.”
Setelah beberapa menit, ia sepertinya mulai lelah menangis. Ia berjalan ke arah saya dan minta dipeluk. Sambil dipeluk saya coba berbicara, “sudah nangisnya?”
“Mau batu…” Ia pun lanjut menangis.
“Tidak boleh, ya. Batunya bukan punyamu.”
Drama menangis pun masih berlanjut sampai ia benar-benar lelah menangis, lalu diam di pelukan. Akhirnya si kecil berkata, “tidak boleh bawa batu?”
“Iya, tidak boleh, ya.”
Butuh waktu sekitar 30 menit sampai si kecil tenang, serta menerima bahwa batu itu tidak boleh dibawa. Setelah itu barulah saya tawarkan untuk membeli batu warna-warni di tempat lain. Ia pun menerima dan hatinya kembali riang gembira.
Anak Tantrum di Tempat Umum, Tantangan Bagi Orang Tua Baru Sepertiku
Dunia teori tidak seindah dunia praktek.”
Setidaknya kalimat ini saya pegang erat sejak berada di dunia perkuliahan jurusan kimia sampai sekarang tetap kuliah kehidupan jurusan pendidikan anak. Intinya jangan terlalu memiliki ekspektasi tinggi terhadap sesuatu, fokus pada proses saja.
Salah satunya seperti teori dalam cara mengatasi anak tantrum di tempat umum. Kelihatannya mudah, tetapi saat praktek rasanya tidak seindah teori. Kalau tidak sabar disertai mental yang kuat, bisa-bisa orang tua ikut tantrum di tempat umum, haha!
Kalau tantrum di rumah mungkin bakal lebih mudah karena lokasi benar-benar jauh dari jangkauan orang lain. Kita sebagai orang tua pun nggak bakal panik karena di rumah sendiri. Kalau tantrum di tempat umum? Beda cerita lagi, bestie, wkwkwkwk.
Anak sesekali tantrum itu normal, kok. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di The Journal of Pediatrics (2007), sebanyak 70% anak usia 18-24 bulan pernah mengalami tantrum. Bahkan, frekuensi tantrum juga bisa sering terjadi pada rentang usia 3-5 tahun.
Namun, orang tua perlu waspada jika anak sering sekali tantrum. Apalagi kalau sampai menyakiti diri sendiri. Jika terjadi seperti ini, wajib konsultasi ke profesional seperti psikolog.
Cara Mengatasi Anak Tantrum di Tempat Umum
Lantas, apa yang harus dilakukan ketika anak tantrum? Secara teori ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk menghadapi anak tantrum di depan umum. Prakteknya ternyata tidak semudah kalimat idiom “easy peasy lemon squeezy”.
Saya pernah beberapa kali gagal, kurang sabar, hingga akhirnya membujuk anak dengan hal lain agar mau berhenti menangis. Ya, begitulah kehidupan wkwkwk.
Menurut saya di dunia ini tidak ada parenting yang sempurna. Kita juga tidak sedang berlomba-lomba untuk membuktikan parenting siapa yang paling sempurna. Jadi, nikmati saja proses bertumbuh menjadi orang tua.
Kalau berdasarkan pengalaman saya bersama suami dalam mengatasi anak tantrum di depan umum, ada 1 kunci utama yang harus dipegang orang tua. Selain itu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan saat anak mulai tantrum di tempat umum.
1. Sabar, Tidak Panik, dan Kuat Mental Adalah Koentji
Pertama-tama “save yourself first”. Ayah dan Bunda yang harus dikondisikan terlebih dahulu. Tetap tenang dan jangan panik. Kuatkan mental karena biasanya distraksi akan datang dari orang lain yang tidak mengerti bagaimana cara kita mengasuh anak.
Siapkan stok sabar karena proses dalam menghadapi anak tantrum di depan umum butuh kesabaran tinggi, serta energi ekstra. Ayah dan Bunda boleh minum dulu agar tidak mudah terpancing emosinya.
2. Pindahkan Anak ke Tempat Sepi
Setelah Ayah dan Bunda tenang, segera pindahkan anak ke tempat sepi atau agak jauh dari keramaian. Perhatikan juga keamanan serta keselamatan si kecil. Hindari tempat sempit, tempat licin, atau tempat yang memiliki potensi bahaya.
3. Biarkan Anak Meluapkan Emosi, Peluk Jika Dibutuhkan
Selanjutnya, ini adalah tahapan yang bakal menguji kesabaran. Biarkan anak meluapkan emosi terlebih dahulu. Biarkan ia menangis.
Tugas Ayah dan Bunda adalah membersamai si kecil. Sesekali tawarkan untuk memeluk mereka. Awasi juga agar anak tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Sediakan juga air minum. Kadang anak juga suka batuk sampai tersedak saat menangis terlalu keras. Tetap tenang, tawarkan untuk minum.
4. Validasi Perasaan
Setelah anak mulai terlihat kelelahan atau sedikit berhenti menangis, validasi perasaannya. Ayah atau Bunda bisa bilang begini, “Adek marah karena tidak boleh ambil batu? Marah sekali? Bunda minta maaf, ya, tapi itu bukan batu punyamu. Tidak boleh diambil.”
Kalau masih menangis, biarkan dulu. Tunggu sampai agar reda baru diajak ngobrol lagi. Peluk anak, sambil elus punggungnya. Dekatkan dada anak ke dada kita agar detak jantung kita yang tenang beresonansi dengan detak jantung anak.
Di tahap ini mungkin bakal melelahkan karena biasanya anak masih on-off menangisnya. Namun, akan ada titik dimana anak berhenti menangis, serta menerima kenyataan kalau batu itu tidak boleh diambil. Kadang juga masih sedikit menangis, tapi dia sudah menerima kenyataan itu.
5. Beri Nasihat Setelah Anak Tenang
Setelah anak mau menerima kenyataan, serta tenang inilah baru kita berikan nasihat. Bisa juga beri tawaran lain selain mengambil batu. Misalnya, “sekarang kamu masih mau bermain di taman atau pulang?”.
Bisa juga dengan memberikan tawaran lain agar dia tetap bisa memiliki batu lewat jalan yang benar. Contohnya, “kamu masih mau batu itu? Bunda belikan batu di kang akuarium, ya?”
Hambatan dalam Menghadapi Anak Tantrum di Tempat Umum
Biasanya akan ada hambatan saat belajar mengatasi anak tantrum di tempat umum. Hambatan yang pernah saya alami adalah sebagai berikut:
1. Panik dan Tidak Sabar
Namanya orang tua baru, ya, pasti bakal panik saat awal menangani anak tantrum. Kalau sudah panik, biasanya pasti bakal nggak sabar.
Apalagi di Indonesia ini kebanyakan menganut stigma bahwa anak menangis harus dibujuk agar diam bagaimanapun caranya. Nah, ini, nih yang sering bikin orang tua baru seperti saya panik dan tidak sabar.
2. Tidak Kuat Mental
Sering dengar kata-kata pamungkas ini, nggak?
"Tuh, anaknya nangis terus! Kalau nggak mampu, ya, nggak usah punya anak!"
Hmmm, nggak gitu konsepnya, ya. Urusan punya anak atau nggak itu hak prerogatif Tuhan. Kelen manusia punya kuasa apa bisa berkata seperti itu?
Pernah dengar juga nggak orang julid model begini?
"Aduh, kasih aja kenapa, sih? Harta nggak akan habis cuma buat belikan anak mainan."
Orang-orang model begini yang biasanya bakal menggoyahkan mental orang tua baru dalam mendidik anak. Padahal, jika keinginan anak dituruti begitu saja saat tantrum, nanti bakal lebih heboh lagi di masa depan kalau keinginannya tidak dituruti.
3. Distraksi Orang Lain
Jika berada di tempat umum yang ramai, anak cenderung tidak bisa fokus. Oleh karena itu, kenapa dalam tahapan mengatasi anak tantrum di tempat umum perlu pindah ke tempat sepi.
Kadang juga ada beberapa orang yang kepo kenapa anak kita menangis. Suka tanya-tanya gitu, padahal kita sedang fokus menasihati anak. Nah, ini bisa jadi distraksi dalam mendisiplinkan anak saat tantrum.
4. Terlalu Cepat Membujuk Anak
Saya pernah beberapa kali terlalu cepat membujuk anak saat tantrum. Maksudnya si kecil belum sepenuhnya tenang, tapi saya sudah main tawarkan opsi lain. Ujung-ujungnya si kecil tantrum lagi karena ia masih menginginkan opsi yang dilarang.
Penutup
Mengatasi anak tantrum di tempat umum memang tidak semudah menuliskan teori tentangnya. Orang tua tetap harus mencoba meskipun sulit. Sebab, jika selalu menuruti keinginan anak saat tantrum hanya akan menjadikan anak pribadi yang keras hati.
Kunci dari keberhasilan dalam mengatasi anak tantrum di tempat umum adalah sabar, tidak panik, dan bersikap bodo amat. Selama kita tidak melakukan kekerasan terhadap anak, kenapa harus malu?
Referensi
The Journal of Pediatrics. Diakses pada 2023.”Temper Tantrums in Healthy Versus Depressed and Disruptive Preschoolers: Defining Tantrum Behaviors Associated with Clinical Problems.”
10 komentar
Jadi malu di depan umum kek udah "Yaa..biyasalaaaah.."
Jadi, setelah anak-anak gede kek skarang... kalau di tempat umum ada orangtua yang membiarkan anaknya tantrum, aku pun gak kepo atau menatap iba. Karena paham banget penilaian orang umum ketika ada masalah mengenai aliran emosyenel anak begini.
Jadi slow aja..
Kecuali jika sang orangtua uda mulai main tangan ya.. Jadi kudu ada yang bantu.