Hasil tes berupa garis dua di suatu subuh bulan Agustus kala itu cukup membuatku dan suami terkejut. Kami sama sekali tidak merencanakan ini. Ditambah lagi, siklus haid terakhir berhenti di bulan Mei.
Kami hanya tertawa, antara happy dan bingung karena masih ada bocah berusia 3 tahun yang sedang berada di fase terrible three. Auto terbayang betapa pusingnya nanti.
Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sekitar 10 hari sebelum akhirnya aku didiagnosa mengalami spontaneous abortion alias keguguran spontan. Aku menceritakan pengalaman ini untuk berbagi saja barangkali ada yang membutuhkan informasi bagaimana jika terjadi sepertiku.
Selain itu, aku juga ingin berbagi pelajaran apa saja yang bisa diambil dari kejadian ini. Aku akan menceritakan secara detil dimana aku periksa kehamilan, sampai melakukan prosedur kuretase. Mungkin saja ada yang butuh informasi.
Bermula dari Haid Tak Teratur yang Sering Bikin Bingung
Sebenarnya saat telat haid satu bulan, aku sempat tes, tapi hasilnya negatif. Jadi, aku pikir itu hanya gangguan hormonal saja. Salahku, aku tidak lanjut tes lagi di minggu selanjutnya, hingga aku sadar sudah telat haid 2 bulan, dan ternyata positif. Entah mulai positif itu kapan.
Pengalaman ini hampir sama kejadiannya saat hamil anak pertama. Saat hamil pertama, aku telat seminggu masih negatif. Telat dua minggu masih negatif juga. Ternyata saat telat 3 minggu baru terdeteksi positif, tapi hasilnya masih garis dua samar.
Mungkin karena pertama hamil jadinya masih sigap, serta telaten tes kehamilan. Kalau yang kedua kemarin aku cuma tes sampai telat sebulan. Karena hasilnya negatif terus, aku kira ya nggak hamil.
Eh, ternyata di bulan kedua terdeteksi positif. Saat pertama tes langsung jelas garis dua yang tertera di alat tes kehamilan.
Sayangnya, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Keesokan pagi setelah tes menunjukkan hasil positif, aku mengalami sedikit flek berwarna kecoklatan. Berbeda dengan kehamilan pertama yang tanpa flek, tentu aku sedikit panik.
Akhirnya aku dan suami memutuskan untuk langsung memeriksakan kehamilan. Sekadar untuk meyakinkan ini betul hamil atau mungkin tidak hamil.
Periksa Kehamilan di Klinik Kehamilan Sehat Ngagel
Awalnya, aku dan suami berniat untuk periksa antara ke klinik dr. Gala atau ke dr. Cininta di RSIA Putri. Namun, kalau mau periksa ke sana tidak bisa langsung. Jadi harus janjian dulu beberapa hari sebelumnya.
Akhirnya, aku cari klinik atau dokter yang ada setiap hari, serta proses booking yang mudah. Ternyata ketemulah lewat Google Klinik Kehamilan Sehat Ngagel yang memiliki review positif cukup tinggi.
Setiap hari ada jadwal dokter pagi, siang, sore, dan malam. Kalau daftar cukup lewat WA untuk menyesuaikan kuota. Nanti untuk nomor antrian mengikuti kedatangan.
Kapan-kapan aku bahas, deh, berbagai klinik, serta dokter kandungan yang pernah memeriksaku. Sekarang fokus ke cerita dulu aja, ya, bestie online-ku.
Nah, pertama periksa hari Kamis malam. Saat itu di Klinik Kehamilan Sehat ada dr. Sandi yang sedang bertugas. Perawat di sana ramah-ramah banget. Dokternya pun ramah dan enak saat diajak diskusi.
Sebelum masuk ke ruangan periksa, biasanya akan ditanya dulu oleh perawat tentang riwayat kehamilan sebelumnya jika ada dan keluhan yang saat ini dirasakan. Setelah itu baru masuk ke ruang periksa sesuai giliran.
Tiba giliranku diperiksa. Cukup deg-degan juga saat alat USG ditempelkan ke perut. Ternyata memang sudah ada kantong janin. Happy, dong?
Belum. Sebab, dokter juga belum bisa memutuskan kantong janin itu sudah ada sejak kapan karena nggak sesuai dengan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir). Kalau dilihat dari ukurannya sekitar 4-5 minggu.
Dokter Sandi pun menjelaskan kalau butuh observasi untuk melihat apakah janin berkembang dan bagaimana respon tubuh saat diberi obat penguat kandungan. Apakah flek akan berhenti atau tidak.
Beliau juga berpesan untuk bedrest dan langsung periksa jika ada tanda darurat. Misalkan pusing sampai berkunang-kunang, pendarahan, atau lemas.
Flek Tak Kunjung Berhenti, Periksa Lagi untuk Memastikan
Setelah diberi obat penguat kandungan, serta beberapa obat pendukung lainnya, ternyata flek belum juga berhenti. Awalnya flek masih keluar sedikit demi sedikit sampai hari Minggu.
Aku kira bakal beres di hari senin karena hari Minggu sudah berkurang. Namun, di hari Senin mulai keluar tetesan darah kental berwarna merah gelap.
Lama-kelamaan flek yang biasanya berwarna kecoklatan itu mulai berubah menjadi merah. Lebih mirip haid kalau aku bilang.
Akhirnya di hari Rabu kami kembali periksa untuk memastikan lagi. Kantong janin masih ada atau mungkin sudah ikut jatuh bersama darah lainnya.
Periksa kedua tetap ke Klinik Kehamilan Sehat Ngagel, tapi kali ini dengan dr. Seto.
Dokter Seto juga enak, ramah, dan penjelasannya detil. Dari hasil pemeriksaan, kantong janin masih ada. Bahkan saat di USG Transvaginal, sudah mulai kelihatan ada sesuatu yang tumbuh di dalam situ.
Namun, dokter belum bisa memastikan apakah janin berkembang atau tidak. Sebab, katanya diagnosa janin berkembang atau tidak itu bukan perkara mudah. Apalagi baru jarak seminggu dari periksa pertama.
Jadi dr. Seto memutuskan untuk tetap observasi dulu selama 2 minggu sambil diberi tambahan obat penguat kandungan. Dengan catatan sama seperti dr. Sandi kalau ada kondisi darurat bisa langsung cek lagi atau langsung ke IGD.
Pendarahan Mulai Banyak, Akhirnya Keguguran Spontan
"Ya Allah, jika anak ini rezekiku maka kuatkan dia. Namun, jika bukan rezekiku, damaikanlah hati ini dengan ketentuanMu."
Ilustrasi by Canva Pro |
Begitulah doa yang selalu aku rapal setiap hari. Bagaimana pun juga alam rahim itu sama seperti alam manusia. Semua bisa terjadi atas kehendakNya.
Selama bedrest dari hari Rabu ke Jumat darah tetap tidak bisa berhenti. Aku sudah mencium aroma firasat tidak enak.
Sebab dr. Seto juga berpesan, harusnya tubuh jika respon terhadap obat penguat kandungan, pasti flek itu berhenti. Kalau tidak, berarti ada sesuatu yang menyebabkan tubuh tidak bereaksi terhadap obat-obatan.
Mulai Pusing dan Lemas
Puncak semua kegundahanku ada di hari Jumat siang. Saat hendak bangun mengambilkan air untuk si kecil, aku merasa pusing hingga tubuhku seperti melayang. Dengan tangan gemetar, aku telpon suami agar bisa izin pulang.
Ibu segera membuatkanku air madu agar aku ada tenaga. Setelah itu aku coba tidur sambil menanti suami pulang.
Saat suami pulang, sejujurnya aku sudah mulai membaik. Sudah bisa bangun, lalu duduk di ruang depan. Aku kira mungkin itu efek obat penguat kandungan.
Nyatanya bukan karena itu…
Nyeri Perut Bagian Bawah
Duhur ke Asar aku masih baik-baik saja. Suami tetap memutuskan untuk tidak kembali saja ke kantor. Khawatir terjadi sesuatu lagi padaku.
Aku pun pamit untuk mandi sore agar badan lebih terasa segar. Namun, setelah mandi aku mulai merasakan pinggang bagian belakang sakit.
Lama kelamaan rasa sakit itu seperti menjalar ke bagian perut bawah. Persis rasanya seperti sedang haid hari pertama, tapi lebih sakit.
Awalnya rasa nyeri perut bagian bawah itu bisa aku tahan. Sekitar setengah jam kemudian, rasa sakit itu jadi datang dan hilang dalam interval waktu berdekatan.
Semakin lama, semakin sakit rasanya. Darah pun mulai keluar dengan sedikit deras. Hingga puncak rasa sakit itu aku rasakan jelang magrib. Rasa sakitnya melebihi rasa sakit saat haid. Seperti ada yang menekan miss V hingga terasa ngilu.
Kondisi Darurat, Tancap Gas ke IGD DKT Gubeng Pojok
Akhirnya, suami memutuskan untuk langsung membawaku ke IGD paling dekat dan terkenal paling mudah pelayanannya, yaitu di DKT Gubeng Pojok. Sampai di sana ternyata tetap harus diperiksa lewat poli dokter kandungan dulu, tidak bisa langsung ke IGD.
Perawat menjelaskan karena kami baru pertama kali datang, tetap harus diperiksa dulu lewat poli kandungan. Tidak bisa langsung ke IGD. Selain itu, masih ada jadwal dokter kandungan. Jadi tetap diarahkan periksa dulu ke poli dokter kandungan.
Sambil menahan rasa sakit yang sesekali datang, kami menunggu dokter kandungan datang. Untungnya rasa sakit hebat itu sudah reda. Darah pun masih terasa mengalir cukup sering.
Dokter pun akhirnya datang. Saat itu jadwal dr. Mita yang sedang bertugas. Aku pun menjelaskan kronologi kejadian. Dari munculnya flek coklat sampai berubah jadi merah.
Saat dokter mulai melakukan USG, wajahnya tampak bingung. Beliau lalu berkata, "kok kecil banget, ya? Ibu bawa rekap pemeriksaan USG sebelumnya?"
"Nah, ini lumayan besar ukurannya. Di layar USG kok nggak terlihat, ya," gumam dr. Mita, "saat keluar darah Ibu lihat ada gumpalan jaringan warnanya putih atau abu-abu, nggak?"
Aku berpikir sejenak, "seingat saya belum ada, dok. Hanya gumpalan darah kental berwarna merah kehitaman."
"Kalau begitu coba saya periksa raba lewat bawah, ya, Bu."
Aku kira baal diperiksa USG transvaginal lagi. Ternyata bukan, gaiss. Jadi dr. Mita melakukan pemeriksaan raba menggunakan tangan. Dulu aku lahiran darurat secara caesar, jadi tidak melewati prosedur raba bukaan. Makanya aku tidak paham saat dr. Mita berkata begitu.
Segumpal Darah yang Keluar Akibat Keguguran Spontan
Perawat menuntunku ke ruangan sebelah. Di sana ada semacam tempat pemeriksaan lagi. Mungkin kalau aku deskripsikan mirip ruangan melahirkan.
Ada semacam kasur pendek dengan dua penyangga kaki. Ibu-ibu yang lahiran normal pasti tahu ini.
Setelah perawat mengatur posisi badanku agar sesuai, dr. Mita mulai menjalankan prosedur raba. Tidak sampai satu menit, dr. Mita langsung mengatakan sesuatu.
"Sudah keluar, Bu, jaringannya. Nah, ini, sudah di bawah sini."
dr. Mita menunjukkan gumpalan merah berbentuk bola seukuran buah kelengkeng padaku. Aku sedikit tertegun.
"Ya Allah, inalillahi…" ucapku kala itu.
"Maaf, ya, Bu. Mungkin saat ibu nyeri hebat, itu kontraksi keguguran," kata dr. Mita sambil membungkus gumpalan merah berbentuk seperti bola itu.
"Iya, dokter," jawabku sedikit lemas antara lega dan sedih saat melihat bagian diriku yang harus hilang.
"Nanti ini dikubur, ya," lanjut dr. Mita sambil menyerahkan bungkusan putih itu padaku.
Perawat turut membantu untuk membersihkan darah yang masih keluar. Setelah itu memasang beberapa lembar tissue padaku sebelum memakai celana dalam, "di sebelah ada toilet, Bu, kalau nanti mau ganti pembalut atau membersihkan sisa darah."
Kami pun kembali ke ruangan dokter. Perasaanku masih nano-nano. Ya sedih, lega, takut, bingung, campur lah pokoknya.
Prosedur Kuretase, Bersambung…
dr. Mita menjelaskan bahwa aku harus menjalani proses kuretase untuk membersihkan sisa jaringan di rahim. Karena sudah terlalu malam, akhirnya diputuskan untuk melakukan kuretase besok pagi.
Bersambung dulu, ya, karena cerita prosedur kuretase juga lumayan panjang. Nanti lanjut di postingan selanjutnya tentang prosedur kuretase, fase penyembuhan, serta pelajaran apa saja yang bisa diambil dari cerita ini.
Postingan selanjutnya tentang prosedur kuretase dan hikmah kejadian. (Link akan tersedia jika sudah diupdate)
3 komentar
Tetap semangat mba anggita 🤗. Apapun itu, semuanya udah jadi ketentuan Allah juga. Nanti insyaallah ada waktu yg pas buat kehamilan selanjutnya.
Stay strong mbak, peluk jauh yaa.. Semoga lekas pulih kembali setelah ini, sehat selalu, istirahat yg cukup, makan yg banyak, semoga selalu ada cahaya yg membuat mbak anggita merasa bersyukur dan bahagia apapun kondisinya yang sudah dilalui... Love love love love ❤❤❤