Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

Pengalaman Kuret Setelah Keguguran Spontan (Bagian 2)

Dilatasi dan kuretase

Halo, teman online! Setelah mengalami keguguran spontan yang bisa dibaca di postingan sebelumnya, dokter pun langsung melakukan tindakan kuret keesokan harinya. Maksudnya keguguran spontan dalam kasusku, jaringan calon bayi yang masih berupa gumpalan darah sudah keluar tanpa obat penggugur.

Jadi tindakan kuret untuk membersihkan rahim dari sisa jaringan. Sebab, kalau tidak dibersihkan dengan kuret bisa memicu penyakit lain di kemudian hari. Prosedur kuret yang aku lakukan menggunakan BPJS, jadi gratis. Seperti apa ceritanya? Yuk langsung aja, ya lanjuuuttt!


Malam Setelah Keguguran Spontan

Saat perjalanan pulang ke rumah dari rumah sakit, perut rasanya lebih lega. Sudah tidak begah lagi atau terasa kram. Aku juga tidak merasakan nyeri perut atau kram lagi.

Sampai di rumah, aku dan suami langsung mengubur jaringan calon bayi itu di dekat ari-ari kakaknya. Kami tidak memperlakukan secara khusus karena secara syariat masih berupa gumpalan darah dan belum ada ruh.

Jadi langsung kami kubur bersama kain kasa dari rumah sakit yang digunakan untuk membungkus. Setelah itu baru kami berdoa dengan tujuan memohon ridha Allah agar hati kami benar-benar ikhlas.

Rasanya nano-nano, antara lega dan terenyuh. Sedih, tapi aku tidak bisa menangis. Mungkin karena masih syok berat. Bayangin aja, kronologi kejadiannya termasuk cepat. Tanggal 17 Agustus aku ketahuan hamil, tanggal 25 Agustus aku keguguran spontan.

Malam itu aku dan suami semacam tidak bisa tidur. Hanya bisa bolak-balik badan. Sepertinya si kecil juga turut merasakan kegelisahan kami, sehingga tidurnya pun tampak tidak nyenyak. Padahal besok harus bangun pagi karena kami harus ke rumah sakit pukul 5 pagi.


Menjalani Prosedur Kuret

Keguguran

Seperti yang sudah dijelaskan oleh perawat, aku akan menjalani prosedur kuret atau Dilatation and Curettage (D&C) sekitar pukul 9 pagi. Namun, aku dan suami datang tepat pukul 5 pagi di IGD DKT Gubeng Pojok.

Persiapan

Sebelum kuret, aku wajib puasa mulai pukul 12 malam. Jadi aku masih makan dan minum terakhir pukul 10 malam. Maksudnya biar besok tidak terlalu lemas.

Saat masuk IGD DKT Gubeng Pojok, petugas di sana melakukan pemeriksaan administrasi karena kami menggunakan BPJS. Sebelumnya, kami menggunakan pemeriksaan umum (non BPJS) saat ke dr. Mita. Namun, perawat saat itu langsung merujuk dengan BPJS tanpa melalui Faskes 1.

Sebenarnya aku kurang paham, ya, kenapa bisa langsung pakai BPJS. Mungkin karena dianggap kondisi darurat jadi langsung bisa pakai fasilitas BPJS. Biasanya wajib ada surat pengantar dari Faskes 1.

Petugas IGD kemudian menyerahkan beberapa berkas yang harus aku bubuhi tanda tangan. Setelah itu, aku langsung diarahkan untuk tes swab dan tes darah sesuai surat pengantar dokter semalam. Semuanya gratis ditanggung BPJS.

Selanjutnya aku kembali ke ruangan IGD. Salah satu perawat mempersilahkan aku untuk berbaring di salah satu tempat tidur.

Seperti biasa, perawat akan memasang infus. Kemudian, dia kembali melakukan prosedur pemeriksaan raba untuk memeriksa apakah ada bukaan atau tidak.

Sejenak kemudian, perawat kembali sambil membawa obat, lalu berkata padaku, "Bu, ini karena tidak ada pembukaan jadi saya beri obat untuk membuka jalan lahir. Obatnya dimasukkan lewat bawah, jadi mungkin sedikit tidak nyaman."

Kalau aku deskripsikan rasanya mirip-mirip seperti saat USG transvaginal. Cuma ini lebih tidak nyaman dibandingkan USG transvaginal. Selesai memasukkan obat, perawat mempersilakan aku untuk istirahat karena tindakan baru dimulai sekitar pukul 8 pagi.

Perawat tadi juga berpesan agar aku segera buang air kecil sekitar jam 07.30 pagi. Sebab, setelah itu akan langsung dipasang semacam alat kardiogram yang ditempel di dada. Jadi sudah tidak bisa lagi buang air kecil ke kamar mandi.

Proses Bius Total

Selama menunggu di IGD, aku merasa sedikit menggigil. Aku mah anaknya memang tidak tahan AC wkwkwwk! Dulu saat menjalani operasi SC juga auto menggigil saat dibawa ke ruang operasi.

Kalau saat itu masih bisa pegang tangan suami untuk menghangatkan diri. Saat operasi SC dulu boro-boro pegang tangan suami.

Soal rasa sakit saat disuntik itu relatif ya, teman online. Kalau saya termasuk yang toleransi sakitnya lumayan. Saya cuma nggak tahan sama efek samping menggigil yang biasanya muncul setelah sadar dari bius.

Sekitar pukul 8 pagi, dokter anestesi sudah datang. Perawat segera mengatur posisiku seperti orang yang akan melahirkan. Selanjutnya, perawat juga memasang selang oksigen di bawah hidung atas instruksi dokter anestesi.

Sekitar beberapa menit kemudian, dokter anestesi memberiku sebuah instruksi, "Bu, saya mulai ya biusnya. Mungkin agak sedikit sakit."

Dokter anestesi pun mulai menyuntikkan suatu cairan lewat selang infus yang ada di tangan. Rasanya sedikit sakit di bagian tangan yang dimasuki jarum saluran infus. Kalau aku menyebutnya dalam bahasa Jawa itu "kemeng" rasanya.

Setelah itu tanganku terasa ngilu, makin "kemeng", tapi aku sudah tidak bisa teriak atau mengaduh kesakitan. Aku mulai mengantuk, rasa sakit itu mulai terasa hilang, lantas mataku auto menutup.

Semuanya gelap. Aku hanya bisa mengingat sampai situ saja. 

Kembali Sadar Setelah Bius Total

Saat dalam pengaruh bius total, aku seperti bermimpi ada di gulungan awan putih. Di sana ada Doraemon dan pintu ajaib. Random banget, ya! Ha-ha-ha!

Selanjutnya, perlahan aku mendengar suara-suara tidak jelas yang seperti bergema di kepalaku. Lama-kelamaan mirip suara orang yang sedang berbincang, tapi tidak jelas.

Samar-samar terdengar bunyi "pip-pip-pip" yang mulai membuyarkan mimpi awan-awan bersama Doraemon. Bersamaan dengan itu, aku bisa mendengar suara dr. Mita yang berpamitan pulang, beserta suara para perawat yang berterimakasih kepada beliau.

Suara itu terdengar jelas, tapi masih seperti menggema di kepala. Mirip kalau misal teman online sedang snorkeling di dalam air. Kalau ada orang yang berbicara pasti bisa terdengar, tapi samar dan menggema. Kira-kira seperti itu deskripsinya.

Saat itulah aku baru ingat kalau akan menjalani kuret. Eh, tapi, kok, posisiku sudah kembali terlentang? Tadi bukannya posisinya seperti orang mau melahirkan?

Ya, seperti itulah saat otak masih tidak sinkron dengan badan setelah pengaruh bius total mulai hilang. Jadi, aku masih dalam posisi mata tertutup, tapi otakku sudah bangun.

Aku juga belum bisa menggerakkan seluruh badan. Mau melek aja nggak kuat rasanya. Mata seperti lengket. Kalaupun bisa membuka hanya sedikit, lalu ada efek pusing, dan akhirnya kembali merem aja lah.

Satu-satunya anggota badan yang bisa aku gerakkan hanya jari tangan. Mirip adegan sinetron yang baru sadar saat di rumah sakit wkwkwk! Maksudku saat itu kalau misal ada suami, biar jadi sinyal kalau aku sudah sadar. Aku mau pegang tangannya karena efek bius yang hilang selalu membuat badanku menggigil.

Setelah beberapa kali menggerakkan jari, akhirnya ada seseorang yang memegang tanganku. Ya, itu suamiku yang ternyata baru diperbolehkan masuk ruang IGD lagi setelah proses kuret selesai.

Aku berusaha untuk ngomong, tapi mulut juga rasanya seperti kaku. Akhirnya cuma bisa bilang "dingin", sambil memegang erat tangan suami yang terasa hangat. Aku benar-benar menggigil kedinginan.

Sesekali terasa nyeri di perut bagian bawah. Mungkin itu efek setelah kuret. Kurang lebih rasanya persis seperti saat selesai operasi caesar 3 tahun lalu, tapi rasa sakit kali ini hanya sebentar saja.

Nah, kira-kira setengah jam, aku mulai bisa membuka mata. Namun, perawat yang saat itu kebetulan datang berkata kepada suami agar tidak mengajakku bicara dulu. Perawat pun mulai melepas selang oksigen, serta alat kardiogram yang menempel di dada.

Pemulihan

Kata suami, sekitar pukul 09.30 prosedur kuret sudah selesai, dan suami diperbolehkan masuk ke ruangan kembali. Kemudian suami melihat jari-jari tanganku yang sudah bisa bergerak-gerak. Padahal kata dokter mungkin aku akan sadar sekitar pukul 10.30.

Jadi, berdasarkan cerita suami aku sudah mulai sadar sekitar pukul 09.30. Lalu, aku mulai bisa merasakan sinkronisasi otak dan tubuh secara penuh mulai pukul 10.00 pagi, dan bisa membuka mata sepenuhnya pukul 10.30.

Perawat pun berpesan padaku untuk latihan miring kiri, miring kanan, lalu duduk. Kalau sudah bisa duduk agak lama boleh minum makan, lalu diperbolehkan untuk pulang.

Rasa sakit setelah kuret kalau dibandingkan dengan rasa sakit saat operasi SC ya tidak ada apa-apanya. Setelah kuret aku bisa miring kanan dan kiri secara langsung. Duduk juga langsung bisa, tapi memang masih agak pusing sekali.

Namun, karena buru-buru ingin segera pulang agar bertemu bocil akhirnya semangat 45 deh! Aku coba minum air gula sedikit demi sedikit untuk mengembalikan kekuatan. Setelah itu lanjut coba jalan sebentar, langsung gas membersihkan diri ke kamar mandi.

Saat ke kamar mandi aku masih dibantu suami. Aku sekadar buang air kecil, membersihkan badan, ganti baju, lalu ganti pembalut. Badan rasanya masih sedikit gemetar karena puasa dari semalam, dan kehilangan darah akibat kuret.

Selesai membersihkan diri, aku mulai makan roti. Sebenarnya rencanaku mau makan bubur, tapi biar cepat makan roti dulu saja, lah, biar cepat pulang.

Oh iya, masalah boleh pulang atau tidak setelah kuret tergantung kondisi kita, ya. Dokter yang memutuskan apakah boleh langsung pulang setelah kuret atau harus menginap dulu.

Akhirnya, kami berdua diperbolehkan pulang setelah kurang lebih 7 jam di IGD dari jam 5 pagi - 12 siang. Perawat juga menyerahkan jaringan sisa yang telah dikuret kepada suami untuk dikubur bersama jaringan yang pertama.

Hasil kuret ini hanya berupa sisa jaringan kecil-kecil. Lebih mirip darah aja, sih. Mungkin karena jaringan utama sudah keluar semalam, jadi benar-benar tinggal sisanya saja.

Rasanya legaaaaaa sekali. MasyaAllah Alhamdulillah nikmat sekali anugerah yang pernah dititipkan di rahim selama kurang lebih 2 bulan itu.


Hikmah yang Bisa Diambil

Prosedur kuret

Semua kejadian pasti ada hikmahnya. Prinsip itu yang sampai saat ini masih aku pegang. Begitu pula dengan peristiwa keguguran spontan yang aku alami. Ada 3 poin utama yang aku yakini sebagai hikmah.

1. Hamil adalah Hak Mutlak Sang Pencipta

"Hati-hati, kalau haid nggak teratur biasanya susah hamil atau mandul."

"Cewek umur segitu, kok, belum nikah, sih? Nanti susah hamil, loh!"

Begitulah komentar-komentar paling jahat yang pernah aku terima dari beberapa orang yang kebanyakan laki-laki. Entah kenapa mereka bisa berkata seolah-olah bisa menyaingi kuasa Tuhan.

Ya, aku tahu secara teori kualitas sel telur wanita akan menurun seiring bertambahnya usia. Bahkan bisa berhenti produksi sel telur di usia tertentu.

Pria pun juga begitu, bukan? Kualitas sperma tetap akan turun meskipun bakal terus diproduksi sampai usia senja. Jadi, jangan seolah-olah mengkambinghitamkan perempuan jika sulit punya keturunan.

Padahal hamil atau tidak itu benar-benar hak mutlak Tuhan. Mungkin ceritaku ini untuk menunjukkan bahwa kehamilan yang terjadi padaku adalah karena kuasa Tuhan.

Coba pikir, aku punya riwayat haid tidak teratur. Secara logika ya bakal sulit hamil karena kapan masa subur tidak bisa dipresiksi secara presisi. Namun, Allah takdirkan untuk hamil.

Di sisi lain, kalau teman online pernah baca buku I Am Sarahza tulisan Hanum dan Rangga, ceritanya berkebalikan denganku. Mba Hanum sudah periksa sampai ke dokter terbaik dunia, tapi tidak ada masalah dengan rahimnya.

Beliau sudah berusaha sampai banyak sekali air mata yang habis dalam memaknai takdir Sang Kuasa. Alhamdulillah, atas izin Allah mba Hanum berhasil hamil setelah 11 tahun pernikahan di usia kalau tidak salah sekitar 35 tahun.

Kesimpulannya, jangan coba-coba bermain dengan hak mutlak Allah dalam memberi kehamilan dengan berkata, "udah nikah kok belum hamil?", "anaknya dikasih adik lagi aja", "kamu jangan hamil dulu". Cukup berkata yang baik dan doakan saudara kita yang belum diberi amanah oleh Allah.

2. Segumpal Darah Bagian dari Penciptaan Manusia

Kejadian penciptaan manusia tentu sudah ada dalam Al-Qur'an. Beberapa diantaranya surah Al-Hajj ayat 5, Al-'Alaq ayat 2, dan Ghafir ayat 67 yang menceritakan penciptaan manusia yang awalnya berupa segumpal darah.

Saat dokter mengangkat gumpalan darah yang benar-benar masih berbentuk seukuran biji kelengkeng, dalam hati aku berkata, "Allahu Akbar! Inikah gumpalan darah awal penciptaan manusia yang sering digaungkan dalam Al-Qur'an?"

Antara merinding, takut, tapi hati merasa lebih damai saat melihat sendiri bukti keajaiban penciptaan manusia. Ya, aku tahu, lewat USG memang bisa dideteksi. Namun, wujud asli segumpal darah itu yang membuat hatiku bergetar cukup hebat.

3. Memaknai Ketetapan Sang Pencipta

Semua yang hilang darimu akan kembali dalam wujud lain."
Dara, Kupilih Jalur Langit

Aku percaya Allah akan mengganti semua kehilangan yang kita alami dalam wujud lain. Hal itu benar adanya karena pasca keguguran, kran rezeki dari arah blog benar-benar terbuka lebar.

Jujur, aku sempat menolak job visit karena memang masih butuh bedrest. Besar nominal fee nya lumayan besar bagiku. Namun, penyelenggara menawarkan untuk tetap memberikan job tersebut tanpa visit.

Satu hal lagi yang mungkin aku merasa bahwa itu adalah wujud lain dari kehilangan yang pernah aku alami adalah hadirnya si kecil yang berjenis kelamin laki-laki. Saat lahir wajahnya mirip sekali dengan almarhum Bapak.

Ya, aku kehilangan Bapak di usia yang sangat muda. Mungkin saat itu usiaku sekitar 9-10 tahun. Kehilangan itu jadi salah satu patah hati terbesarku sebagai anak perempuan.


Penutup

Risiko keguguran pada kehamilan memang sangat tinggi di usia kehamilan awal. Bagi teman online yang punya riwayat haid tak teratur usahakan rutin tespek tiap minggu kalau belum juga haid. Kalau ragu boleh juga cek kesuburan rahim lewat dokter kandungan.

Proses kuret yang aku tulis di sini bisa berbeda setiap orang karena tergantung situasi atau kondisi yang dialami. Apalagi tingkat toleransi sakit tiap orang juga berbeda. Tetap semangat bagi yang sedang atau akan menjalani kehamilan!

Posting Komentar

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi