Anak yang kehilangan Ayah atau Ibunya disebut yatim piatu. Istri yang kehilangan suaminya disebut Janda. Suami yang kehilangan istrinya disebut duda. Kenapa tidak ada sebutan untuk ibu yang kehilangan anaknya?"
Kalimat yang diutarakan oleh ibu Cha Yu-Ri dalam drama Korea berjudul Hi Bye Mama! itu kontan membuat dadaku sesak. Otakku mulai berpikir keras, mengiyakan pendapat ibu Cha Yu-Ri sambil terus bertanya, "kenapa, ya, tidak ada sebutan untuk ibu yang kehilangan anaknya?"
Selama 30 tahun aku hidup, aku baru menyadarinya. Satu detail perasaan yang jarang dibahas, tapi menimbulkan lubang di hati ketika memikirkannya.
Aku larut dalam pertanyaan itu, berusaha mencari jawaban dari pertanyaan sederhana itu. Sampai suatu ketika aku menemukan benang merah lewat obrolan dengan teman, pengalamanku keguguran, sampai berita tragedi orang tua di Palestina yang kehilangan anaknya sebagai korban ketidakadilan perang.
Tidak Ada Kata yang Bisa Menggambarkan Kesedihan Ayah atau Ibu yang Kehilangan Anaknya
Akhir-akhir ini lini masa media sosialku dipenuhi berita duka dengan potret seorang ayah atau ibu yang kehilangan anaknya di Palestina. Seorang ibu yang memeluk erat jasad anaknya yang sudah berbalut kain kafan putih.
Ada lagi sosok seorang ayah di Palestina yang memeluk erat jasad anaknya, membisikkan kalimat doa tanpa henti. Air mata memang tak tampak dari kedua bola matanya, tapi sorot matanya menggambarkan kesedihan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Seketika itu, air mata turut mengalir deras. Aku turut membayangkan bagaimana hancurnya hati seorang ibu yang sudah susah payah mengandung selama 9 bulan, menyusui, dan mendidiknya dengan kasih sayang. Bagaimana hancurnya hati seorang ayah melihat dirinya tak mampu melindungi sosok kecil tak berdaya itu dari kekejaman manusia berhati iblis?
Aku memang belum pernah merasakan sedihnya kehilangan anak. Namun, aku sendiri sudah merasakan sesak di dada saat anak sakit, berharap aku saja yang menggantikan rasa sakitnya. Hingga tak jarang kalimat keluar dari mulut seorang ibu, "Ya Allah, pindahkan penyakit anakku ke aku saja. Biarkan aku saja yang merasakan sakit."
Kalimat doa yang keluar saking tidak tahannya melihat anak kesakitan. Ibuku dulu sering begitu, lalu aku pun ternyata juga melakukan hal yang sama.
Lalu, bagaimana dengan ibu dan ayah yang saat ini sedang berjuang di Palestina sana? Seberapa besar rasa sedih di hati mereka karena kehilangan anak?
Ya, jawabannya memang tidak akan pernah ada kata, bahkan satu huruf pun yang bisa menggambarkan kesedihan ibu dan ayah yang kehilangan anaknya. Karena itu pula tidak ada sebutan bagi ayah atau ibu yang kehilangan anaknya.
Tak ada satu kata, satu huruf, satu istilah yang menggambarkan perasaannya. Maka kita tidak akan mendapati apa istilah bagi orang tua yang kehilangan anaknya. Itu adalah kesedihan terbesar."
Kondisi Psikologis Orang Tua yang Kehilangan Anaknya
Mengutip dari Heal Grief, kehilangan anak karena kematian adalah tragedi yang besar. Ayah, ibu, atau orang tua yang kehilangan anaknya bisa mengalami kesedihan mendalam hingga berbulan-bulan. Secara psikologis ibu atau ayah akan mengalami beberapa fase sebelum akhirnya menerima kenyataan.
1. Rasa Penyesalan dan Bersalah
Di awal-awal kehilangan anak, orang tua pasti merasa menyesal dan bersalah. Meskipun sebenarnya kematian adalah suratan takdir Sang Pencipta, tapi tetap ada sebagian kecil jiwa yang merasa bersalah saat tidak bisa menjaga si kecil.
Jangankan saat kehilangan anak, ketika anak sakit aku sudah merasakan rasa penyesalan atau bersalah yang sangat besar. Aku merasa tidak bisa menjaga amanah dari Allah dengan cukup baik.
2. Belum Bisa Menerima Keadaan
Fase selanjutnya bagi ibu yang kehilangan anaknya adalah belum bisa menerima keadaan. Bagi sebagian ibu, kehadiran anak mungkin sudah didambakan sejak lama. Saat, anak pergi mendahuluinya pasti ada sedikit perasaan kaget atau syok.
Hal ini termasuk wajar, tapi jika dibiarkan berlarut-larut bisa menyebabkan depresi. Oleh karena itu, jika orang tua di sekitar kita sedang berduka akibat kehilangan anaknya, lebih baik jangan bertanya dulu tentang detail kronologi kematian anak.
3. Merasa Hampa dan Kosong
Di sana anakku pasti lebih bahagia karena diasuh Nabi Ibrahim dan pastinya surga lebih indah dari dunia."
Aku punya teman yang kehilangan anaknya setelah beberapa hari dilahirkan. Meskipun dia sudah ikhlas mengenai takdir sang anak, tapi tetap ada ruang kosong dalam hatinya. Rumah kecil yang sudah penuh dengan barang bayi, terasa hampa setelah kepergian si kecil untuk selama-lamanya.
4. Fase Acceptance
Setelah bergulat dengan emosi negatif mulai dari rasa menyesal, bersalah, marah, tidak terima, pada akhirnya akan tiba fase penerimaan atau acceptance terhadap takdir. Pada fase ini, orang tua tidak akan mempertanyakan lagi kenapa ini semua terjadi pada anaknya.
Fase ini bisa berlangsung secara cepat, bisa juga lama. Tergantung bagaimana ibu atau ayah bisa mengelola emosi pasca kehilangan si kecil.
Penutup
Tidak akan pernah ada istilah, kata, bahkan satu huruf yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan ayah atau ibu yang kehilangan anaknya. Kesedihan terbesar bagi orang tua adalah saat anak harus kehilangan hak untuk hidup karena keserakahan orang lain.
Hal itu yang saat ini sedang dirasakan oleh ayah atau ibu di Palestina sana. Bahkan, mereka tidak punya waktu untuk bersedih karena setiap detik nyawa mereka bisa terancam.
Lewat tulisan ini saya berdoa agar seluruh ayah dan ibu yang kehilangan anaknya di dunia bisa diberikan kesabaran, kelapangan, dan keikhlasan. Terutama ayah dan ibu dari Palestina, semoga Allah ganti kesedihan dan rasa sakit itu dengan surga.
Referensi
https://healgrief.org/grieving-the-death-of-a-child/
https://www.idntimes.com/health/fitness/nena-zakiah-1/seperti-apa-kondisi-psikologis-orang-tua-yang-kehilangan-anaknya?
7 komentar
Meski, amit-amit ya Allah aku gak ngalamin apa yang dialamin mba jennifer di film itu, kerasa sedihnya. anak sakit aja sedihnya MasyaAllah apalagi kalau sampai harus kehilangan. Bergelut dengan rasa sakit akan kehilangan dan traumanya, termasuk mempengaruhi hubungan dengan pasangan.....duh gak mau ngebayanginnya tapi feelnya kerasa.
Keep struggle buat para ibu(orangtua) yang masih bergelut dengan kehilangan. Insyallah, Anak-anak bersama Allah SWT sekarang dan dipertemukan di akhirat kelak.
Meski, amit-amit ya Allah aku gak ngalamin apa yang dialamin mba jennifer di film itu, kerasa sedihnya. anak sakit aja sedihnya MasyaAllah apalagi kalau sampai harus kehilangan. Bergelut dengan rasa sakit akan kehilangan dan traumanya, termasuk mempengaruhi hubungan dengan pasangan.....duh gak mau ngebayanginnya tapi feelnya kerasa.
Keep struggle buat para ibu(orangtua) yang masih bergelut dengan kehilangan. Insyallah, Anak-anak bersama Allah SWT sekarang dan dipertemukan di akhirat kelak.
Menggantikan semua air mata kesedihan serta nyawa dari anak-anak, ibu, ayah dan anggota keluarga dengan surga yang indah.
Berat pasti.
Tapi orangtua di Palestina dan dimanapun in syaa Allah diberikan kekuatan untuk terus berjuang melangkah.